News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilihan Presiden Amerika Serikat

Ekonomi Indonesia Sulit Membaik Jika Trump Memenangkan Pilpres Amerika Serikat?

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Donald Trump

Akan tetapi, jika Trump kembali terpilih, tensi perdagangan antara AS dan China diperkirakan akan terus memanas, kendati telah beberapa kali ada upaya untuk meredakan ketegangan perdagangan antara kedua negara.

Bea masuk yang tinggi bagi produk impor dari China akan semakin memberatkan investor asing yang memiliki pabrik di China.

Ini membuat mereka terpaksa melirik negara lain yang mampu menampung mereka menjadi investor.

Shinta Kamdani, yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menganggap hal ini sebagai peluang.

"Kami melihat ini sebagai peluang Indonesia untuk mengambil alih, makanya kita selalu ngomong relokasi pabrik dari China, ini yang sekarang kita ambil tidak hanya dari Amerika Serikat, Jepang, Korea dan lain-lain," ujar Shinta.

"Ini yang menjadi peluang menurut kami, ASEAN sebagai manufactor hub dan Indonesia salah satunya sebagai negara ASEAN yang bisa menjadi bagian dari relokasi," jelasnya kemudian.

Senada, Bhima Yudhistira dari INDEF mengatakan posisi Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN membuat Indonesia menjadi pasar dagang dan tujuan investasi yang potensial terlepas dari siapa pun presiden yang memimpin Amerika Serikat.

"Mereka pasti akan melihat Indonesia sebagai battleground dari kepentingan antara China dan negara-negara Barat," kata Bhima.

Jika Amerika Serikat melepas kepentingan di Indonesia begitu saja, maka pasar Indonesia akan didominasi China.

"Jadi untuk balancing itu, Joe biden akan lebih cerdas untuk mengambil sikap dengan menggandeng Indonesia. Saya melihat ada peluang perbaikan," lanjut Bhima.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengatakan setidaknya ada 143 perusahaan yang siap merelokasi investasi pabriknya dari China.

Perusahaan-perusahaan itu berasal dari Amerika Serikat, Taiwan, Korea Selatan, Hong Kong dan China dengan potensi penyerapan tenaga kerja lebih dari 300 ribu.

Lima hari menjelang pilpres AS, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo berkunjung ke Indonesia, setelah sebelumnya Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto mengunjungi AS beberapa pekan sebelumnya.

Dalam konferensi pers bersama dengan mitranya dari Indonesia, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan kedua negara sepakat memperkuat kerja sama.

"Kami sepakat bahwa kedua negara dengan skala ekonomi seperti yag kami miliki, bisa melakukan lebih banyak perdagangan lagi. Akan ada lebih banyak investasi di sini dari Amerika Serikat, terutama dalam sektor digital, energi dan infrastruktur," jelas Pompeo pada Kamis (29/10/2020).

Mencari dukungan Indonesia di Laut China Selatan?

Dalam kesempatan yang sama, dia meneguhkan visi kedua negara akan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka dan memuji "tindakan tegas" Jakarta dalam melindungi kedaulatannya di perairan sekitar Kepulauan Natuna yang diklaim China sebagai wilayahnya.

"Saya berharap dapat bekerja sama dalam cara-cara baru untuk memastikan keamanan maritim dan melindungi rute perdagangan tersibuk di dunia itu," kata Pompeo

Sementara, Menteri Luar Negeri Reto Marsudi menegaskan bagi Indonesia, "Laut China Selatan harus dijaga sebagai laut yang stabil dan damai".

Istilah "Indo-Pasifik" menggambarkan visi geopolitik baru Presiden AS Donald Trump untuk Asia, yang menekankan kebangkitan India di hadapan meningkatnya pengaruh China.

Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Amerika dan Eropa di Kementerian Luar Negeri, Ben Perkasa Drajat, memandang Indonesia dan ASEAN sangat penting bagi AS, "terutama dalam situasi saat ini ketika ada kemungkinan peralihan kekuasaan di AS".

"Masalah lainnya adalah bagaimana membendung, bagaimana menyeimbangkan persaingan AS dan China di kawasan, yang tercermin dalam situasi di Laut China Selatan. Itu mikro kosmos bagaimana persaingan AS-China," ujar Ben dalam diskusi US Post-Election Foreign Policy in South Asia pada Kamis (22/10).

Akan tetapi, seperti ditegaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi September lalu, Indonesia berpijak pada politik luar negeri bebas aktif dan tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di negaranya.

"Secara tegas saya ingin menekankan bahwa sesuai dengan garis dan prinsip politik luar negeri Indonesia, maka wilayah Indonesia tidak dapat dan tidak akan dijadikan basis atau pangkalan maupun fasilitas militer bagi negara manapun," ujar Retno dalam konferensi pers awal September lalu.

Pernyataan tegas Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, merupakan tanggapan atas laporan Pentagon berjudul "Military and Security Development Involving the People's Republic of China 2020".

Dalam laporan itu, Indonesia disebut akan dijadikan salah satu negara yang menjadi target lokasi fasilitas logistik militer China, bersama dengan negara-negara lain seperti Myanmar, Thailand, Singapura dan Sri Lanka.

Sementara, pakar ilmu politik dari University of Tennessee-Knoxville, Profesor Brandon Prins, berargumen terlepas dari siapapun yang memenangi pilpres, keterlibatan AS dalam isu Indo-Pasifik akan semakin dalam karena signifikansi Asia bagi Amerika dan ekonomi global, serta kepentingan keamanan AS di kawasan itu.

"Menurut saya, strategi AS ke depan tentu saja untuk memenangkan kembali dukungan dari Asia untuk kepemimpinan AS, mungkin akan ada dorongan terhadap keamanan kolektif di antara negara-negara Asia Pasifik terlepas dari siapa yang menjabat," ungkap Prins.

"Jelas akan ada lebih banyak kemitraan multilateral, jika Biden menang, dan menurut saya ke depan perlu ada pengakuan bahwa sebagian besar negara di Indo Pasifik tidak benar-benar ingin dipaksa untuk memilih AS atau China," ujar Prins kemudian.

Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Pilpres AS: Dampak terhadap Ekonomi Indonesia dan Konflik Laut China Selatan 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini