Namun, Jaksa Agung Pennsylvania, Josh Shapiro menyerang Trump karena pernyataan tersebut.
Ia menuding Trump menggunakan 'pasukannya' agar membawa pendukungnya ke dalam komunitas kulit hitam untuk mengintimidasi mereka.
Preferensi Shapiro sendiri tampaknya lebih condong terhadap Biden.
"Jika semua suara ditambahkan di PA (Pennsylvania), Trump akan kalah," cuitnya pada hari Senin lalu yang memicu banjir kecaman dari kelompok kanan.
Sementara itu, partai Republik mengklaim bahwa mereka telah menemukan banyak orang di dalam satu bilik suara.
Bahkan pamflet pro Biden pun dibagikan di lokasi pemungutan suara, orang tua serta anak-anak diizinkan untuk memilih di kota Pittsburgh, ini semua merupakan tindakan ilegal.
Selain itu, mesin pemungutan suara di negara bagian itu juga dilaporkan rusak.
Situasi di Philadelphia, meskipun mengkhawatirkan kaum Republikan, namun ini pernah terjadi sebelumnya.
Saat Kota Cinta Persaudaraan ini bersiap untuk memberikan suara pada Pemilu AS 2016 lalu, kandidat Donald Trump memperingatkan bahwa kota itu akan menjadi sarang penipuan, dan mengirim pengawas pemilu ke sana.
Baca juga: Tutup Kampanye, Kamala Harris: Mari Kita Pilih Joe Biden, Presiden Amerika Serikat Berikutnya
Sementara itu 4 tahun sebelumnya, Partai Republik mengklaim bahwa 75 pengawas pemilu telah dilarang masuk ke lokasi pemungutan suara di Philadelphia.
Perlu diketahui, dua kandidat dari Partai Demokrat yakni Hillary Clinton dan Barrack Obama memenangkan suara di kota ini selama dua kali pemilu.
Hillary memenangkan lebih dari 82 persen suara di Philadelphia County pada 2016, sedangkan Obama meraih 85 persen pada 2012.
Berbicara pada kampanye akhir pekan lalu, Trump berjanji untuk mengambil tindakan hukum jika pemungutan suara di Pennsylvania terindikasi kecurangan.
"Segera setelah pemilihan itu selesai, kami akan menemui pengacara kami," kata Trump kepada wartawan sebelum tampil di North Carolina pada hari Minggu lalu.