Mereka terkurung di rumah saat musim dingin tiba, tanpa kehidupan normal, dan hubunganpun goyah.
"Ini terjadi begitu cepat. Saya pikir lockdown akan segera berakhir. Kami beralih dari berbicara tentang membeli rumah bersama di awal tahun...dan dia pergi, dan saya hanya merasa begitu sendirian," ungkap Kieron.
Kieron berusaha menjalani rutinitas kerja dan olahraga yang ketat untuk mengalihkan patah hatinya.
Namun, rasa sakit karena perpisahan akibat lockdown selama 112 hari di Melbourne membuat mentalnya terganggu.
"Ketika perpisahan itu terjadi, Melbourne buka kembali, dan ada kabar bahwa akan lockdown lagi. Itu seperti, 'seberapa buruk yang bisa terjadi?' Titik di mana saya benar-benar down, dan saya hanya menangis," tutur Kieron.
Kieron mengatakan, kini dia melewati hari-hari dengan harapan masa depan yang lebih cerah.
"Setiap hari menjadi lebih baik. Tapi kemudian Anda masih memiliki hari-hari yang mengerikan. Dan tahukah Anda, ini sangat mirip dengan keseluruhan situasi Covid-19 ini," katanya.
"Ada hari-hari di mana jumlah kasus menurun, dan suatu hari kembali lagi. Dan Anda harus menjaga harapan bahwa semuanya akan baik-baik saja," lanjut Kieron.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)