TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN – Ebrahim Raisi dikabarkan menjadi kandidat teratas untuk menjadi Presiden Iran berikutnya, menggantikan Hassan Rouhani yang lebih moderat.
Raisi mendaftarkan diri di hari terakhir pendaftaran calon presiden pada Sabtu (15/5/2021). Ia merupakan kepala peradilan konservatif Iran saat ini.
Oleh para analis politik Iran, kemungkinan besar akan menjadi presiden ke-8 Iran pada pemilihan 18 Juni 2021.
Dalam sebuah pernyataan beberapa jam sebelum mendaftar, Raisi yang berusia 60 tahun mengatakan dia ingin membentuk pemerintahan rakyat untuk Iran yang kuat.
Pemerintahannya akan memerangi korupsi dan meningkatkan ekonomi Negara, yang telah menerima pukulan hebat akibat sanksi AS dan pandemi Covid -19.
“Tuhan, Engkau adalah saksi bahwa saya tidak pernah mengejar posisi atau kekuasaan,” kata Raisi kepada ,kalangan media dikutip Aljazeera, Minggu (16/5/2021) WIB.
Baca juga: Iran Sebut Israel Bukan Negara Tapi Gembong Teroris, Kecam Negara Arab yang Bersahabat Dengannya
“Pada tahap ini saya telah memasuki lapangan terlepas dari kemauan dan kepentingan pribadi, dan hanya untuk melayani tugas saya untuk menciptakan harapan,” tulis pria yang sering disebut sebagai pemimpin tertinggi berikutnya ketika Ali Khamenei meninggal dunia.
Raisi, mantan jaksa agung dan penjaga penting Astan Quds Razavi di Masyhad yang dijatuhi sanksi oleh AS pada 2019 karena pelanggaran hak asasi manusia, menikmati dukungan kuat dari berbagai kalangan konservatif dan garis keras.
Ketua parlemen Iran, Mohammad Bagher Ghalibaf, tidak mendaftarkan diri di arena Pilpres. Ia mendukung Raisi. Sementara mantan Menlu Saeed Jalili mendaftarkan diri.
Baik Raisi dan Ghalibaf tidak berhasil mencalonkan diri melawan Presiden Hassan Rouhani pada 2017, tetapi Raisi berhasil mengumpulkan 38 persen suara, atau hanya di bawah 16 juta.
Selain itu, Mohsen Rezaei, mantan Panglima Korps Garda Republik Iran (IRGC ) dan Sekretaris Dewan Kemanfaatan gagal mencalonkan diri untuk ke-4 kalinya.
Gubernur Bank Sentral Iran, Abdolnasser Hemmati, juga mendaftar.
Lebih dari 59 juta warga Iran berhak memilih tahun ini, tetapi jumlah pemilih diperkirakan akan rendah di tengah kekecewaan publik dan kesengsaraan ekonomi yang terus berlanjut.
Pada Sabtu, Ali Larijani, mantan penasihat pemimpin tertinggi, yang baru-baru ini menjadi perantara kesepakatan kerja sama komprehensif selama 25 tahun antara China dan Iran, menjadi kandidat kunci terbaru untuk mendaftar.