TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, telah mengakui negaranya tengah menghadapi kekurangan pangan.
Menurutnya, krisis pangan di Korea Utara disebabkan oleh topan dan banjir tahun lalu, dikutip dari CNN.
Kim mengatakan dalam rapat pleno Partai Buruh Korea, bahwa negaranya mengalami "situasi pangan yang genting", Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) melaporkan pada Rabu.
Negara yang tertutup ini semakin memisahkan diri dari dunia luar selama pandemi.
Berbicara pada Selasa, Kim menyebut kondisi dan lingkungan yang dihadapi Korea Utara "menjadi lebih buruk saat memasuki tahun ini."
Baca juga: Kim Jong Un Serukan Korea Utara Siap Berkonfrontasi dengan Amerika Serikat
Baca juga: Kim Jong Un Sebut K-Pop sebagai Kanker Ganas, Tingkatkan Hukuman bagi Warga yang Nekat Mendengarkan
Padahal, ekonomi Korea Utara secara keseluruhan menunjukkan perbaikan.
Ia menuturkan, pertemuan partai yang berkuasa harus mengambil langkah terkait masalah tersebut, menurut KCNA.
Walaupun Kim tak membeberkan secara jelas soal kekurangan pangan yang dihadapi Korea Utara, tampaknya situasi tersebut serius.
Pada April, KCNA menyebut Kim mendesak orang-orang untuk mengambil tindakan lainnya terkait "Maret yang sulit", saat berpidato di pertemuan politik tingkat atas.
Istilah "Maret yang sulit" mengacu pada periode kelaparan yang menghancurkan Korea Utara di awal 1900-an.
Kala itu, ekonomi Korea Utara menurun drastis setelah runtuhnya Uni Soviet, yang mengakhiri aliran bantuan ke negara itu.
Ratusan ribu orang, sebanyak 10 persen dari populasi negara, diperkirakan mati kelaparan.
Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) memperkirakan Korea Utara kekurangan sekitar 860 ribu ton makanan, cukup untuk persediaan lebih dari dua bulan.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Senin, FAO mengatakan Korea Utara secara resmi berencana mengimpor hanya sekitar seperlima dari makanan yang dibutuhkan, untuk menutupi kekurangan dalam negeri.