TRIBUNNEWS.COM - Junta militer Myanmar disebut menimbun oksigen dan membatasi akses perawatan medis di tengah krisis Covid-19 yang memburuk di negara itu, menurut para dokter dan penduduk.
Lebih dari lima bulan setelah militer merebut kekuasaan melalui kudeta pada Februari lalu, junta telah menghalangi klinik kesehatan swasta untuk mendapatkan pasokan oksigen.
Junta juga menghalangi warga membeli pasokan oksigen dari produsen oksigen, kata petugas kesehatan kepada The New York Times, seperti yang dilansir Insider.
Pekerja amal mengatakan kepada outlet berita tersebut bahwa junta juga telah membatasi badan amal untuk memberikan oksigen kepada mereka yang membutuhkan.
Menurut The Irrawaddy, sebuah situs berita yang didirikan oleh orang-orang dari Burma yang tinggal di Thailand, junta memerintahkan pabrik oksigen swasta untuk tidak mengisi ulang tabung oksigen mereka.
Baca juga: Ratusan Aktivis Antikudeta Myanmar Gelar Unjuk Rasa Lagi: Kami Tidak Takut Covid-19 dan Junta
Baca juga: Blinken Desak ASEAN Ambil Aksi soal Konflik Myanmar, RI Merespon
Junta justru berbalik mengklaim bahwa wargalah yang menimbun persediaan.
Saat ini, Myanmar mencatat jumlah kasus COVID-19 tinggi diduga akibat varian Delta yang menyebar dengan cepat.
Negara ini mencatat kasus harian di atas 5.000 kasus.
Lebih dari sepertiga pasien yang dites Covid-19 rata-rata menunjukkan hasil positif, ungkap media yang dikelola pemerintah minggu ini.
Pakar kesehatan masyarakat percaya bahwa tingkat infeksi yang sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Sejumlah klinik swasta yang dihambat akses oksigennya, sebagian besar dikelola oleh dokter yang menolak untuk bekerja di rumah sakit negara.
Penolakan untuk bekerja di rumah sakit militer adalah bagian dari pembangkangan sipil yang sedang berlangsung terhadap kudeta.