Perintah itu datang sehari setelah pertumpahan darah di penjara Litoral di Guayaquil.
“Sangat disesalkan bahwa penjara diubah menjadi wilayah pertikaian kekuasaan oleh geng-geng kriminal,” kata Lasso.
Lasso menambahkan bahwa dia akan bertindak dengan sangat tegas untuk mendapatkan kembali kendali atas penjara Litoral dan mencegah kekerasan menyebar ke lembaga pemasyarakatan lainnya.
Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan puluhan mayat di Paviliun 9 dan 10.
Pemandangan tampak seperti medan perang.
Pertempuran itu dilakukan dengan senjata api, pisau dan bom.
Baca juga: Kemampuan Taliban untuk Kuasai Afghanistan di Luar Prediksi Amerika Serikat
Baca juga: Mendag Australia Akan Kunjungi Indonesia, Ini Agenda yang Bakal Dibahas
Sebelumnya, komandan polisi daerah Fausto Buenaño mengatakan bahwa mayat ditemukan di pipa penjara.
Di luar kamar mayat penjara, kerabat narapidana menangis, dengan beberapa menggambarkan kepada wartawan kekejaman yang dilakukan orang yang mereka cintai dipenggal dan dipotong-potong.
“Dalam sejarah negara ini, belum pernah ada insiden serupa atau mirip dengan ini,” kata Ledy Zúñiga, mantan presiden Dewan Rehabilitasi Nasional Ekuador.
Zúñiga, yang juga Menteri Kehakiman negara itu pada 2016, mengatakan dia menyesalkan bahwa langkah-langkah tidak diambil untuk mencegah pembantaian lain.
Pada bulan Juli lalu, presiden menetapkan keadaan darurat lain terkait sistem penjara Ekuador setelah terjadi beberapa kali kekerasan yang mengakibatkan lebih dari 100 narapidana terbunuh.
Sebelumnya, hari paling berdarah terjadi pada Februari, ketika 79 napi tewas dalam kerusuhan serentak di tiga lapas di Ekuador.
Pada Juli 2021, 22 tahanan lagi kehilangan nyawa mereka di penjara Litoral.
Sementara itu, pada September 2021, sebuah pusat penjara diserang oleh drone, tapi tidak ada korban jiwa.
(Tribunnews.com/Yurika)