TRIBUNNEWS.COM - Direktur Jenderal (Dirjen) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus memberikan peringatan mengenai Covid-19 varian Omicron dalam jumpa pers, Rabu (12/1/2022).
Dikatakan Tedros, Omicron yang sangat menular dan menyebabkan penyakit yang lebih ringan daripada varian Delta, tetap menjadi virus berbahaya, terutama bagi mereka yang tidak divaksinasi.
Adapun lebih dari 90 negara diketahui belum memenuhi target vaksinasi, yakni 40 persen dari jumlah penduduk.
Kemudian lebih dari 85 persen orang di Afrika belum menerima dosis pertama vaksin.
"Kita tidak boleh membiarkan virus ini naik bebas atau mengibarkan bendera putih, terutama ketika begitu banyak orang di seluruh dunia belum divaksinasi," kata Tedros seperti dikutip Channel News Asia.
Baca juga: India Open 2022 Diterpa Kasus Covid-19, Bagaimana Nasib Ahsan/Hendra?
Baca juga: 3 Kasus Siswa Positif Covid-19 di Jaktim, Bagaimana Nasib Pembelajaran Tatap Muka ?
Dalam laporan epidemiologi mingguan pada hari Selasa, WHO mengatakan kasus meningkat sebesar 55 persen, atau 15 juta.
Dalam seminggu hingga 9 Januari dari seminggu sebelumnya, sejauh ini kasus terbanyak dilaporkan terjadi pada sepekan lalu.
"Lonjakan besar dalam infeksi ini didorong oleh varian Omicron, yang dengan cepat menggantikan Delta di hampir semua negara," kata Tedros.
Tedros menambahkan, mayoritas penderita Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia adalah mereka yang tidak divaksinasi.
Jika penularan tidak dibatasi, ada risiko lebih besar dari varian lain yang muncul yang bahkan bisa lebih menular, dan lebih mematikan daripada Omicron, jelas Tedros.
Update Covid-19 Global
Berdasarkan data dari worldometers.info, total kasus Covid-19 yang tercatat di seluruh dunia, yakni 317.558.653 kasus, dengan 5.530.357 kematian, 262.831.656 orang dinyatakan sembuh, dan 49.196.640 kasus aktif.
Amerika Serikat masih menjadi negara di urutan pertama untuk total kasus , total kematian, total kesembuhan, dan kasus aktif tertinggi.
Akibat varian Omicron, China memutuskan untuk membatalkan banyak penerbangan yang berangkat dari AS ke negara itu.