News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Para Pemimpin G7 Mengutuk Keras Agresi Militer Rusia, Ajukan Sanksi Ekonomi & Keuangan yang Berat

Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang, beberapa membawa tas dan koper, berjalan di stasiun metro di Kyiv pada 24 Februari 2022. - Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di Ukraina pada hari Kamis dengan ledakan terdengar segera setelah di seluruh negeri dan menteri luar negerinya memperingatkan invasi skala penuh sedang berlangsung. (Photo by Daniel LEAL / AFP)

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Rusia telah melancarkan operasi khusus pada Kamis (24/2/2022) dini hari ke Ukraina.

Serangan dilakukan setelah Rusia mengakui kedaulatan Republik Rakyat Donetsk (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) yang memproklamirkan diri telah merdeka.

Pasukan Rusia menyerbu Ukraina melalui darat, laut, dan udara pada Kamis (24/2/2022) dalam serangan terbesar oleh satu negara terhadap negara lain di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.

Melansir Reuters, rudal Rusia menghujani kota-kota Ukraina, dan Ukraina melaporkan barisan pasukan mengalir melintasi perbatasannya di wilayah Timur, yakni Chernihiv, Kharkiv, dan Luhansk.

Pasukan Rusia juga mendarat melalui laut di kota pelabuhan Odessa dan Mariupol di Selatan Ukraina.

Serangan militer terhadap Ukraina yang dilakukan Rusia mendapat kecaman dari berbagai negara di dunia.

Salah satunya dilontarkan para pimpinan negara-negara G7.

Negara-negara yang menjadi anggota G7 adalah Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat.

Kamis (24/2/2022) kemarin para pimpinan negara-negara G7 menyampaikan pernyataan terkait invasi Ukraina oleh angkatan bersenjata Federasi Rusia.

Pernyataan ini diterima Tribunnews dari pemerintah Jepang.

Berikut isi lengkap pernyataan dari para pemimpin negara G7:

24 Februari 2022

"Kami para Pemimpin Kelompok Tujuh (G7) terkejut dan mengutuk agresi militer besar-besaran oleh Federasi Rusia terhadap integritas teritorial, kedaulatan dan kemerdekaan Ukraina, diarahkan sebagian dari tanah Belarusia.

Ini tidak beralasan dan sepenuhnya tidak dapat dibenarkan serangan terhadap negara demokrasi Ukraina didahului dengan disampaikan klaim dan tuduhan tidak berdasar.

Hal ini merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan pelanggaran berat terhadap Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan semuanya komitmen Rusia masuk dalam Helsinki Final Act dan Piagam Paris dan komitmennya dalam Memorandum Budapest.

Kami sebagai negara-negara G7 mengajukan sanksi ekonomi dan keuangan yang berat dan terkoordinasi.

Kami menyerukan kepada semua mitra dan anggota komunitas internasional untuk mengutuk serangan ini dalam istilah sekuat mungkin, untuk berdiri bahu-membahu bahu-membahu dengan Ukraina, dan angkat suara mereka melawan pelanggaran terang-terangan ini, prinsip-prinsip dasar perdamaian dan keamanan internasional.

Krisis ini merupakan ancaman serius bagi tatanan internasional berbasis aturan, dengan konsekuensi jauh di luar Eropa.

Tidak ada pembenaran untuk mengubah perbatasan yang diakui secara internasional dengan paksa mengubah situasi keamanan Euro-Atlantik.

Presiden Putin telah kembali memperkenalkan perang ke benua Eropa. Dia telah menempatkan dirinya di sisi sejarah yang salah.

Kami berkomitmen untuk menegakkan perdamaian, stabilitas, dan hukum internasional bersatu dalam dukungan kami untuk rakyat Ukraina dan secara demokratis pemerintah terpilih.

Di saat gelap ini pikiran kita bersama rakyat Ukraina. Kami siap mendukung dengan bantuan kemanusiaan secara berurutan untuk mengurangi penderitaan, termasuk bagi para pengungsi dan orang-orang yang terlantar akibat dari agresi Rusia.

Kami menyerukan kepada Federasi Rusia untuk menghentikan pertumpahan darah, untuk segera eskalasi dan untuk menarik pasukannya dari Ukraina.

Kami juga meminta Rusia untuk memastikan keamanan Misi Pemantauan Khusus OSCE.

Kami juga mengutuk keterlibatan Belarus dalam agresi terhadap Ukraina ini dan menyerukan Belarus untuk mematuhi kewajiban internasionalnya.

Baca juga: Lancarkan Operasi Militer ke Ukraina, Rusia Terancam Sanksi Ekonomi dari Inggris dan AS

Kami mengutuk dalam istilah sekuat mungkin Presiden Rusia Putin keputusan pada 21 Februari untuk mengakui diri Donetsk dan Luhansk mendeklarasikan entitas di Ukraina timur sebagai negara "independen" serta keputusan untuk mengirim pasukan militer Rusia ke wilayah negara-negara lain untuk tidak mengikuti keputusan ilegal Rusia untuk mengakui memproklamasikan kemerdekaan entitas ini.

Keputusan oleh Presiden Putin merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip dasar yang diabadikan dalam Piagam PBB, khususnya penghormatan terhadap integritas teritorial dan kedaulatan negara dan juga pelanggaran terang-terangan terhadap resolusi Dewan Keamanan PBB 2202 – didukung oleh Federasi Rusia sebagai anggota tetap dari Dewan Keamanan – serta perjanjian Minsk, yang menetapkan: kembalinya daerah-daerah yang bersangkutan ke dalam kendali Pemerintah Ukraina.

Kami menegaskan kembali komitmen teguh kami terhadap kedaulatan Ukraina dan integritas teritorial dalam batas-batas yang diakui secara internasional dan perairan teritorial serta hak setiap negara berdaulat untuk menentukan.

Kami menegaskan kembali bahwa pendudukan secara ilegal Krimea dan "republik rakyat" yang dideklarasikan sendiri adalah bagian integral dari Ukraina.

Kami mengutuk Presiden Putin karena penolakannya yang konsisten untuk terlibat dalam proses diplomatik untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan keamanan Eropa, meskipun kami berulang kali menawarkan.

Kami bersatu dengan mitra, termasuk NATO, UE, dan anggotanya negara bagian serta Ukraina dan tetap bertekad untuk melakukan apa yang diperlukan, dalam hal ini, menjaga keutuhan tatanan dasar aturan internasional.

Kami juga terus memantau kondisi pasar migas global, termasuk dalam konteks agresi militer Rusia lebih lanjut terhadap Ukraina.

Kami mendukung keterlibatan yang konsisten dan konstruktif dan koordinasi di antara produsen dan konsumen energi utama menuju kepentingan kolektif dalam stabilitas pasokan energi global, dan berdiri siap bertindak sesuai kebutuhan untuk mengatasi potensi gangguan."

Rusia Terancam Sanksi Ekonomi dari Inggris dan AS

Akibat aksinya ini Rusia kini mendapat kecaman serius dari Inggris serta Amerika Serikat. Kedua negara tersebut kompak akan memblokade segala akses di sektor perekonomian serta memberhentikan kegiatan ekspor bidang teknlogi ke Rusia.

"Bersama dengan sekutu kami, kami akan menyetujui paket sanksi ekonomi besar-besaran yang dirancang pada waktunya untuk melumpuhkan ekonomi Rusia," jelas Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Hal sama juga dilakukan Amerika, mulai Selasa (22/2/2022) kemarin pihaknya menahan pengiriman teknologi seperti barang elektronik, komputer, suku cadang pesawat, serta pengiriman chip semikonduktor pada Rusia.

Melansir dari BBC, tak hanya Inggris dan AS saja yang melayangkan sanksi serius terhadap Rusia. Beberapa negara besar lainnya juga mendukung pemblokiran akses Rusia terhadap layanan keuangan global Swift.

Sebagai informasi, Swift merupakan sistem perbankan yang memungkinkan suatu negara dapat melakukan transaksi dengan negara lain secara cepat dan efisien.

Dengan adanya larangan ini diharap bisa membuat Rusia kesulitan dalam melakukan pembayaran untuk ekspor minyak dan gas dalam bentuk dolar.

Bahkan AS tak segan menjatuhi hukuman berat apabila ada perusahaan Barat yang melakukan transaksi dengan Rusia menggunakan mata uang dolar.

AS, UE, serta Inggris baru-baru ini diketahui telah memasukkan sejumlah nama bank Rusia ke daftar hitam, dengan tujuan agar negara tersebut tidak dapat melakukan transaksi internasional.

Mereka berharap dengan cara tersebut dapat menghambat aktivitas bisnis para perusahaan besar Rusia, sehingga secara perlahan ekonomi Rusia akan lumpuh.

Dengan begitu negara pimpinan Vladimir Putin tersebut bisa menghentikan aksi invasinya terhadap Ukraina.

Baca juga: Dampak Invasi Rusia ke Ukraina, Rupiah Anjlok dan IHSG Merosot hingga Harga Minyak Dunia Melonjak

Pasukan Rusia Berhasil Rebut dan Kuasai Reaktor Nuklir Chernobyl di Ukraina

Tentara Rusia dikabarkan telah menguasai fasilitas Pembangkit Nuklir Chernobyl, setelah sempat terlibat pertempuran sengit dengan pasukan Ukraina pada Kamis malam waktu setempat (24/2/2022).

"Pasukan Rusia mengambil alih situs tersebut setelah pertempuran sengit pada hari Kamis dengan penjaga nasional Ukraina yang melindungi lokasi itu," kata penasihat presiden Ukraina Mykhailo Podolyak.

"Mustahil untuk mengatakan pembangkit listrik tenaga nuklir Chernobyl aman setelah serangan oleh Rusia," katanya.

Ia mengatakan, dikuasainya Chernobyl merupakan salah satu ancaman paling serius di Eropa saat ini.

"Rusia ingin mengendalikan reaktor nuklir Chernobyl untuk memberi sinyal kepada NATO agar tidak ikut campur secara militer," katanya.

Sementara Igor Novikov, mantan penasihat Presiden Volodymyr Zelenskyy, mengatakan ancaman ke Eropa dari fasilitas nuklir yang kini tidak aktif itu perlu ditanggapi secara serius.

"Saya perlu mengatakan dan ini sekaligus peringatan bagi sahabat-sahabat Eropa kami, bahwa Ukraina memiliki 15 reaktor nuklir aktif dan limbah nuklir di Chernobyl: satu mortir meleset, maka semua orang di Eropa menghadapi bencana nuklir besar," kata Novikov kepada Al Jazeera.

"Semua orang harus memahami bahwa ini bukan hanya tentang Ukraina, seluruh Eropa berada dalam bahaya besar."

Bencana Chernobyl

Bencana Chernobyl di tahun 1986 merupakan kecelakaan pada reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Chernobyl.

PLTN ini terletak di Pripyat, Ukraina, yang dulu jadi bagian Uni Soviet.

Laman Kementerian Luar Negeri Ukraina menyebut, total isotop radioaktif yang dilepaskan dari kecelakaan tersebut 30 kali lebih tinggi dibandingkan ledakan bom atom di Hiroshima, Jepang, pada 1945.

Detik-detik Bencana Chernobyl

Dilansir Ensyclopedia Britannica, detik-detik terjadinya ledakan bermula pada 26 April 1986. Ketika itu, teknisi di reaktor nomor empat mencoba bereksperimen.

Mereka mencoba mematikan sistem pengaturan daya reaktor dan sistem keselamatan daruratnya.

Setelah itu, para teknisi mereka menarik sebagian besar batang kendali dari inti reaktor sambil membiarkan reaktor terus berjalan dengan daya 7 persen.

Pada pukul 1.23 pagi dini hari pada 26 April reaksi berantai di inti reaktor menjadi tidak terkendali. Setelah itu, terjadi lonjakan energi secara tiba-tiba dan tak diduga.

Beberapa ledakan memicu bola api besar dan meledakkan baja berat dan tutup beton reaktor.

Ketika para teknisi mencoba mematikannya secara darurat, terjadi lonjakan daya sangat tinggi yang menyebabkan tangki reaktor pecah diikuti serangkaian ledakan.

Kejadian ini melepaskan moderator neutron grafit di reaktor ke udara lalu terjadi kebakaran selama sepekan penuh.

Kebakaran melepaskan debu radioaktif ke atmosfer secara meluas, hingga ke wilayah Pripyat.

Baca juga: BREAKING NEWS: Pasukan Rusia Berhasil Rebut dan Kuasai Reaktor Nuklir Chernobyl di Ukraina

Dampak Bencana Chernobyl

Debu radioaktif kemudian tersebar ke kawasan Uni Soviet bagian barat dan Eropa.

Pada 27 April 1986, 30.000 penduduk Pryp'yat mulai dievakuasi. Uni Soviet mencoba menutup-nutupi kecelakaan itu.

Namun, pada 28 April 1986 stasiun pemantau Swedia melaporkan tingginya tingkat radioaktivitas yang dibawa angin dan mendesak penjelasan.

Setelah didesak, Pemerintah Uni Soviet baru mengakui telah terjadi kecelakaan di Chernobyl.

Rusia Kuasai Bandara Militer di pinggir Ibu Kota Kiev

Rusia terus merangsek ke dalam teritorial Ukraina setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer di wilayah Ukraina Timur.

Ledakan pun terdengar dari kejauhan di Ibu Kota Ukraina, Kiev.

Tak hanya ledakan, suara tembakan pun terdengar di dekat Bandara Boryspil.

Serangan roket terjadi terhadap fasilitas militer di seluruh Ukraina dan pasukan Rusia telah mendarat di kota pelabuhan Selatan Ukraina, Odessa dan Mariupol.

Dilansir Associated Press, Kamis (24/2/2022), akibat serangan tersebut, Rusia mengklaim pasukannya telah menghancurkan 74 fasilitas militer Ukraina.

Selain itu, pasukan khusus Rusia berhasil menguasai sebuah bandara Antonov, hanya 25 kilometer dari batas Ibu Kota Kiev dan 36-40 kilometer dari istana kepresidenan.

Menteri Pertahahanan Rusia Sergei Shoigu memerintahkan agar prajuri Ukraina diperlakukan 'dengan hormat' dan mereka yang meletakan senjata diberikan jalan yang aman untuk mundur.

Kementerian Pertahanan Rusia juga memastikan jatuhnya jet serang darat Su-25 karena kesalahan pilot.

Sementara itu, CNN hari kamis sore melaporkan pasukan udara Rusia berhasil menguasai Bandara Antonov, yang berjarak hanya 36 kilometer dari kantor kepresidenan dan Pusat Kiev, Ukraina dan 25 kilometer dari batas ibu kota Kiev.

"Mereka mengizinkan kami untuk masuk bersama mereka saat mereka mempertahankan perimeter pangkalan udara ini, di mana pasukan yang dibawa helikopter mendarat pada dini hari, membuat jembatan udara untuk memungkinkan lebih banyak pasukan Rusia masuk," lapor wartawan CNN di lapangan.

Pasukan Rusia memiliki pita oranye dan hitam di lengan seragam mereka untuk mengidentifikasi mereka sebagai pasukan Rusia, tambah wartawan CNN tersebut.

Komandan unit pasukan khusus Rusia di bandara Antonov mengatakan, ada baku tembak, mungkin dengan militer Ukraina, yang mengatakan sedang mempersiapkan serangan balasan untuk mencoba dan merebut kembali bandara tersebut.

Wartawan CNN itu lebih jauh menambahkan, "Kami mendengar beberapa pesawat terbang di udara... Ada gumpalan asap hitam, asap abu-abu, asap coklat, muncul dari dalam kompleks pangkalan udara. Saya pikir ada jet di langit di atas kami. "

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Ukraina mengonfirmasi bahwa satu helikopter Rusia dan tiga helikopter tak dikenal lainnya jatuh di wilayah Kiev.

Terdapat dua video media sosial yang sudah diverifikasi kebenarannya, menunjukkan beberapa ledakan, sementara sebuah helikopter terbang dekat dengan tanah di kota Gostomel, hanya 25 kilometer dari ibu kota Ukraina, Kiev.

Dalam video tersebut, beberapa ledakan dan percikan api terlihat di area pemukiman, sementara helikopter terbang mendekati kamera, dengan asap hitam mengelilingi langit.

Video-video itu tampaknya menunjukkan pertempuran yang digambarkan oleh pemerintah Ukraina di mana dikatakan satu helikopter Rusia ditembak jatuh, bersama dengan tiga helikopter tak dikenal lainnya.

Belum jelas apakah tiga helikopter lainnya adalah helikopter Rusia atau Ukraina.

Sementara itu beasiswa (ke Jepang), belajar gratis di sekolah bahasa Jepang di Jepang, serta upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini