News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Rusia Vs Ukraina

Bilang Ingin Vladimir Putin Dibunuh, Senator AS Ini Dikecam Dubes Rusia hingga Gedung Putih

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Arif Tio Buqi Abdulah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Poster Presiden Rusia Vladimir Putin dijadikan latihan sasaran di sepanjang parit di garis depan dengan separatis yang didukung Rusia di dekat desa Zolote, di wilayah Lugansk, pada Jumat (21/1/2022). Inggris menuduh Moskow mendekati mantan politisi dan akan menempatkan pemimpin pro-Rusia di Ukraina.

TRIBUNNEWS.COM - Senator AS dari Partai Republik, Lindsey Graham banjir kecaman setelah meminta seseorang di lingkaran dalam Presiden Vladimir Putin untuk membunuhnya.

Dilansir BBC, Lindsey Graham mengatakan satu-satunya cara invasi Rusia ke Ukraina berakhir adalah "seseorang di Rusia membawa orang ini (Putin) keluar". 

Dalam cuitannya, Republikan ini secara blak-blakan bertanya apakah Rusia memiliki 'Brutus' yang dapat mengalahkan Putin dan mengakhiri perang.

"Apakah ada Brutus di Rusia? Apakah ada Kolonel Stauffenberg yang lebih sukses di militer Rusia?" cuit senator ini.

Brutus adalah politikus Romawi yang membunuh Julius Caesar.

Baca juga: Singapura Umumkan Sanksi Terhadap Rusia: Larangan Ekspor hingga Bekukan Empat Bank

Baca juga: Jenderal Rusia Andrei Sukhovetsky Tewas Ditembak Sniper Ukraina, Pukulan Telak untuk Putin

Vladimir Putin (Sky News)

Sementara Kolonel Claus von Stauffenberg adalah tentara Jerman yang dikenal karena berusaha membunuh Adolf Hitler pada 1944.

Komentar Graham ini membuat marah Duta Besar Rusia untuk AS.

Anatoly Antonov menilai senator dari Carolina Selatan ini keterlaluan.

"Sulit dipercaya bahwa seorang senator suatu negara yang mengkhotbahkan nilai-nilai moralnya sebagai 'bintang pemandu' bagi seluruh umat manusia dapat melakukan seruan terhadap terorisme sebagai cara untuk mencapai tujuan Washington di arena internasional," kata Antonov.

Selain menyerukan pembunuhan, Graham juga mendorong masyarakat Rusia untuk menggulingkan pemerintahannya.

"Kecuali jika Anda ingin hidup dalam kegelapan selama sisa hidup Anda, terisolasi dari seluruh dunia dalam kemiskinan, dan hidup dalam kegelapan, Anda perlu melangkah maju," cuitnya.

Dalam konferensi pers Jumat (4/3/2022) lalu, Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengutuk pernyataan Graham.

"Itu bukan posisi pemerintah Amerika Serikat dan tentu saja bukan pernyataan yang akan Anda dengar dari mulut siapa pun yang bekerja di pemerintahan ini," jawab Psaki.

Ketika ditanya apakah Presiden Joe Biden memiliki pandangan yang sama dengan Graham, Psaki kembali mengutuk gagasan itu.

Dia mengatakan Biden percaya ada solusi damai untuk invasi yang sedang berlangsung jika Putin memulainya.

Aktivis memprotes invasi Rusia ke Ukraina dan memegang tanda bertuliskan "Blokir Rusia Dari SWIFT" selama demonstrasi di Lafayette Square, di seberang Gedung Putih, di Washington, DC pada 25 Februari 2022 (MANDEL NGAN / AFP)

"Presiden yakin akan terus ada jalur diplomatik ke depan," kata Psaki.

Psaki mengatakan koridor kemanusiaan atau gencatan senjata akan menjadi langkah yang disambut baik oleh pemerintah AS jika Putin setuju.

"Tapi tidak, kami tidak menganjurkan untuk membunuh pemimpin negara asing atau perubahan rezim," lanjutnya.

"Itu bukan kebijakan Amerika Serikat."

Komentar kontroversial dari Graham juga membuat gusar juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov.

"Tentu saja, akhir-akhir ini tidak semua orang berhasil mempertahankan pikiran yang sadar, saya bahkan akan mengatakan pikiran yang sehat," katanya, menyerukan persatuan nasional dari Rusia.

Publik bereaksi serupa dengan sejumlah pejabat tinggi tersebut.

Dilaporkan Newsweek, di Twitternya sejumlah orang meminta Graham untuk mengundurkan diri atas pernyataan itu.

Saat invasi Rusia ke Ukraina berlanjut, sejumlah tokoh konservatif AS yang sebelumnya memuji Vladimir Putin dihadapkan pada situasi yang rumit.

Senator AS Lindsey Graham, RS.C., berbicara pada rapat umum kampanye pada hari Sabtu, 31 Oktober 2020, di Conway, SC (Associated Press)

Baca juga: Beda dengan Biden, Donald Trump Justru Puji Langkah Putin Akui Kemerdekaan Donetsk dan Luhansk

Baca juga: PROFIL Andrei Sukhovetsky, Jenderal Top Rusia yang Tewas Ditembak Sniper Ukraina

Selama bertahun-tahun, Putin menikmati dukungan dari koalisi pejabat Republik terpilih, pemimpin Kristen konservatif, dan pembawa acara televisi sayap kanan, yang pujiannya berkisar dari kecerdasannya hingga posisi garis kerasnya terhadap ide-ide budaya progresif.

Sebelum invasi, mantan Presiden AS Donald Trump bahkan sempat memuji langkah Putin mengakui dua wilayah separatis Ukraina sebagai cerdas.

Tetapi Trump mengubah nadanya setelah invasi, mengambil sikap yang lebih keras terhadap tindakan Putin.

"Serangan Rusia ke Ukraina sangat mengerikan," katanya dalam pidato di Konferensi Aksi Politik Konservatif pada 26 Februari.

"Kami berdoa untuk orang-orang yang bangga di Ukraina. Tuhan memberkati mereka semua," ujar Trump.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini