TRIBUNNEWS.COM, JEPANG - Invasi Rusia ke Ukraina membuat berbagai negara mulai memikirkan kembali kebijakan keamanan dalam dan luar negeri.
Jepang yang selama ini dikenal sebagai negara netral dan ketat membatasi aktivitas militer juga mulai memperdebatkan kebijakan keamanannya.
Termasuk soal pengadaan nuklir.
Di Jepang saat ini ramai wacana pengadaan senjata nuklir.
Usulan kontroversial sempat dilontarkan oleh mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe.
Pendahulu Fumio Kishida itu mengusulkan Jepang menjadi negara berkekuatan nuklir.
Baca juga: Korea Utara Uji Coba Rudal Balistik Antarbenua Terbesarnya, Ingin Dunia Akui Kekuatan Nuklirnya
Baca juga: Putin Bisa Tekan Tombol Nuklir Bila Terancam, Berikut Kekuatan Senjata Nuklir di Dunia
Abe sendiri telah lama ingin mempersenjatai kembali Jepang.
Invasi Rusia ke Ukraina membuat wacana tersebut semakin mengemuka.
Alasannya, invasi ke Ukraina menjadi contoh bagaimana serbuan bisa terjadi oleh tetangga yang memiliki militer lebih besar dan perlengkapan lebih baik. Jepang juga memiliki negara tetangga yang mengkhawatirkan, yakni Korea Utara dan China.
Usulan Abe sendiri segera ditolak mentah-mentah oleh PM saat ini, Kishida.
Opini publik Jepang pun umumnya tak sependapat dengan Abe.
Usulan nuklir Abe langsung dikecam oleh kelompok penyintas bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.
Jepang sejauh ini adalah satu-satunya negara yang pernah dibom nuklir.
Akan tetapi, Abe disebut tak menyerah dengan penolakan awal yang ada.
Ia bersama politikus serta akademisi yang sepakat, diyakini tak akan melepaskan begitu saja usulan senjata nuklir.
“Saya pikir ada semacam cawan suci di sini. Saya pikir dia (Shinzo Abe) ingin mencoba menggerakkan opini publik, yang mana secara terbuka cukup keras kepala (menentang nuklir),” kata Richard McGregor, peneliti lembaga wadah-pemikir Lowy Institute kepada BBC.
Sementara itu, profesor Yoichi Shimada, akademikus konservatif sekaligus teman dekat Shinzo Abe, menyebut sang mantan PM ingin Tokyo meningkatkan militernya hingga punya kapabilitas menyerang.
“Dia (Abe) pikir sangat penting bagi Jepang untuk memiliki sejenis kapabilitas menyerang independen untuk melawan China atau Korea Utara,” kata Shimada.
“Dan itu termasuk kemungkinan menguasai senjata nuklir. Namun, dia juga tahu bahwa setiap dukungan politikus Jepang untuk rencana memiliki senjata nuklir sama saja bunuh diri, sehingga, dia ingin membuka kembali debat itu (penguasaan senjata nuklir),” lanjutnya.
Shimada pun menyebut usulan Abe bukanlah berarti Jepang membuat senjata nuklir sendiri.
Melainkan, menyediakan wadah untuk senjata nuklir sekutunya, Amerika Serikat (AS), yang bisa digunakan Tokyo untuk alat deterens alias “meminjam” senjata nuklir AS.
Pengiriman senjata nuklir ke negara lain sendiri bukanlah hal baru. Setelah Perang Dunia Kedua lalu, AS pernah menyimpan senjata nuklir di Jerman, Belgia, Italia, dan Belanda.
Menyimpan senjata nuklir AS berarti negara-negara itu bisa menggunakannya jika dibutuhkan atas nama Washington dengan menggunakan pesawat pengebom sendiri.
“Posisi bahwa Jepang seharusnya punya senjata yang bisa menyerang teritori musuh, saya pikir di Partai Demokratik Liberal (LDP) Jepang yang berkuasa saat ini, mayoritas politikusnya menganggap perlu bagi Jepang untuk memiliki kapabilitas seperti itu,” kata Shimada.
Seiring invasi Rusia ke Ukraina, Jepang sendiri punya negara tetangga kurang bersahabat yang memiliki senjata nuklir. China dan Korea Utara memiliki senjata tersebut.
Di lain sisi, hubungan Jepang-Rusia memanas setelah invasi ke Ukraina. Moskow tak senang dengan langkah Tokyo yang ikut menerbitkan sanksi.
Rusia pun menangguhkan perjanjian damai dengan Jepang yang belum disepakati sejak Perang Dunia Kedua. Pada Sabtu (26/3), Rusia dilaporkan menggelar latihan militer di kepulauan yang disengketakan dengan Jepang.
Meskipun demikian, gagasan Jepang memiliki senjata nuklir masih jauh jika ingin diwujudkan.
Jepang secara resmi melarang senjata nuklir di wilayahnya sejak 1971.
Perdebatan tentang peraturan ini baru dibuka Abe dan politikus sehaluannya.
Sumber: BBC/Kompas.TV
>