TRIBUNNEWS.COM - Miliarder Rusia Roman Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina menderita gejala dugaan keracunan awal bulan ini setelah pertemuan di Kyiv, seperti dilaporkan Wall Street Journal (WSJ).
Sebelumnya, Abramovich menerima permintaan Ukraina untuk membantu merundingkan diakhirinya invasi Rusia ke Ukraina.
Gejala mereka termasuk mata merah, robekan konstan dan menyakitkan, dan kulit mengelupas di wajah dan tangan mereka.
Abramovich dan negosiator Ukraina, termasuk anggota parlemen Tatar Krimea Rustem Umerov, telah membaik dan kondisi mereka tidak dalam bahaya, outlet AS melaporkan.
"Garis keras di Moskow yang mereka katakan ingin menyabotase pembicaraan untuk mengakhiri perang," ujar seorang sumber kepada WSJ, Senin (28/3/2022), dilansir Al Jazeera.
Baca juga: Pasukan Rusia Coba Capai Perbatasan Administratif Wilayah Donetsk dan Lugansk
Baca juga: Jepang Perketat Aturan Pertukaran Kripto demi Tegakkan Sanksi Keuangan ke Rusia
Intelijen AS Sebut Roman Abramovich Tidak Keracunan
Sementara itu, seorang pejabat AS mengatakan, intelijen menunjukkan bahwa Roman Abramovich dan negosiator perdamaian Ukraina bukan keracunan, tapi karena faktor lingkungan.
"Intelijen sangat menyarankan ini adalah lingkungan," kata pejabat AS kepada Reuters, Senin, seperti diberitakan US News.
"Misalnya, bukan keracunan," tambah pejabat itu, yang berbicara dengan syarat anonim, menolak untuk menjelaskan lebih lanjut.
Gejala Dugaan Keracunan
Roman Abramovich dikabarkan mengalami sakit mata dan kulit mengelupas.
Dua negosiator perdamaian Ukraina juga dikatakan terpengaruh.
Satu laporan mengatakan dugaan peracunan itu diatur oleh kelompok garis keras di Rusia yang ingin menyabotase pembicaraan.
Baca juga: 160.000 Warga Terperangkap di Mariupol yang Dikepung Militer Rusia, Kondisinya Memprihatinkan
Baca juga: Ukraina Sebut 5.000 Warga Sipil Tewas di Kota Mariupol Selama Invasi Rusia
Seorang pejabat di kantor kepresidenan Ukraina, Ihor Zhovkva, mengatakan kepada BBC bahwa meskipun dia tidak berbicara dengan Abramovich, anggota delegasi Ukraina "baik-baik saja" dan salah satunya mengatakan cerita itu "palsu".