Canberra menyatakan, membangun pangkalan militer China di Solomon berarti negara itu telah melewati garis merah.
Ini adalah kemungkinan yang menurut Sogavare tidak pernah ada di atas meja. Tak hanya Canberra yang khawatir, pejabat AS memberi peringatan.
Setiap upaya membangun pangkalan Cina akan mendapat respons yang tidak ditentukan. Australia dan AS berada di satu barisan mencela pakta tersebut.
Serangan Balik Kemenlu Cina
Kementerian Luar Negeri Cina kemudian menyerang balik kampanye Australia itu sebagai disinformasi, fitnah, paksaan dan intimidasi barat.
Beijing menggambarkan taktik seperti itu bukti negara-negara seperti Australia masih terobsesi mitos kolonialis, melakukan diplomasi koersif, berusaha keras untuk mengendalikan Kepulauan Pasifik untuk mempertahankan pengaruh regional.
Pada Rabu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Australia mengklaim negaranya sangat berkomitmen ke Pasifik.
"Kami merespons pada saat dibutuhkan," seperti "kerusuhan sipil semacam yang terjadi di Kepulauan Solomon akhir tahun lalu," kata jubir Kemenlu Australia.
Kerusuhan itu—yang menewaskan sedikitnya tiga orang dan mengakibatkan distrik Pecinan di ibu kota negara itu rata tanah—disamakan upaya kudeta oleh sejumlah pengamat luar.
Tetapi PM Solomon membantah narasi resmi Australia di hadapan Parlemen Kepulauan Solomon pada Senin.
Ia menjelaskan utusan pribadi PM Australia sebelumnya menguraikan secara tegas pasukan Australia dikerahkan untuk memerangi kerusuhan November 2021 di pulau itu.
Tapi tidak untuk melindungi infrastruktur yang dibangun Cina, bisnis Cina, Kedutaan Besar Cina dan (tidak akan) bertindak sebagai pengawal bagi anggota parlemen.
“Dengan kata lain, mereka tidak akan melindungi anggota parlemen,” kata Sogavare.
“Itu membuat kami berpikir, jika mereka tidak di sini untuk melakukan semua itu, lalu apa yang mereka lakukan di sini,” kata Sogavarre di depan parlemen Solomon.