Laporan Wartawan Tribunnews, Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, JENAWA – Organisasi Perburuhan Internasional PBB (ILO) menyebut bahwa hampir tiga puluh persen pekerja di Ukraina dinyatakan hilang, usai memuncaknya invasi militer Mocsow terhadap Ukraina sejak akhir Februari lalu.
Dilansir dari situs Barrons, buruh dan pekerja dengan total lebih dari 4,8 juta orang menjadi korban dari serangan, jumlah ini diprediksi akan terus bertambah seiring dengan makin panasnya baku tembak antara militer Rusia dan Ukraina.
"Perang telah menyebabkan pergerakan populasi pasukan tercepat sejak Perang Dunia Kedua," kata Heinz Koller, direktur regional ILO untuk Eropa dan Asia Tengah, dalam konferensi pers di Jenewa, Rabu (11/5/2022).
Baca juga: Presiden Polandia dan Slovakia Bujuk Uni Eropa Berikan Status Kandidat Ukraina
Hilangnya jutaan pekerja ini tak hanya memicu munculnya krisis kemanusian, namun juga mendorong kerugian besar bagi para perusahaan Ukraina.
Tekanan lainnya juga dialami oleh para pengungsi Ukraina, dimana mereka terpaksa meninggalkan pekerjaannya demi menyelamatkan diri dari serangan rudal Rusia.
Hal inilah yang menyebabkan Ukraina mengalami kerugian skala besar dalam hal pekerjaan dan pendapatan.
ILO mencatat, hingga saat ini sudah lebih dari 5,9 juta pengungsi Ukraina telah meninggalkan negara itu, dimana sekitar 2,75 juta pengungsi berada dalam usia produktif bekerja.
Lebih lanjut, ILO menjelaskan, konflik yang dialami Ukraina juga memicu gangguan bagi pasar tenaga kerja di Eropa, terutama Hongaria, Moldova, Polandia, Rumania, dan Slovakia.
Dimana kelima negara ini merupakan tetangga terdekat dari Ukraina, menurut ILO ganguan yang dialami kelima negara Eropa tersebut merupakan imbas dari lonjakan pengungsi Ukraina yang kemudian mengerek angka pengangguran di negara tersebut.
Tekanan pasar tenaga kerja juga diprediksi akan terjadi di Kazakhstan, Kirgistan, Tajikistan, dan Uzbekistan. Keempat negara ini masuk dalam 10 negara asal migran Rusia.
Tak hanya Eropa saja yang terdampak konfik Rusia-Ukraina, bahkan tekanan ini juga berdampak bagi negara-negara di Asia Tengah, Koller menyebut Asia kemungkinan besar mengalami tekanan pasar tenaga kerja.
Hal ini lantaran sebagian besar dari negara-negara Asia memiliki hubungan perdagangan, keuangan, dan migrasi yang erat dengan Rusia.
"Jika permusuhan dan sanksi terhadap Rusia menyebabkan hilangnya pekerjaan bagi pekerja migran di Rusia dan pekerja migran kembali ke negara asal mereka, akan ada kerugian ekonomi yang parah di Asia Tengah," kata pernyataan ILO.