TRIBUNNEWS.COM - Amerika Serikat tidak memiliki wewenang hukum untuk menyita aset bank sentral Rusia yang dibekukan karena invasinya ke Ukraina, ujar Menteri Keuangan Janet Yellen pada Rabu (18/5/2022).
Sebagai gantinya, pembicaraan mengenai cara untuk membuat Rusia membayar kerugian untuk rekonstruksi pascaperang Ukraina sedang dimulai.
Seperti diberitakan Reuters, Yellen juga mengatakan kemungkinan bahwa lisensi khusus yang diberikan untuk memungkinkan Rusia melakukan pembayaran kepada pemegang obligasi AS tidak akan diperpanjang ketika habis masa berlakunya minggu depan.
Hal itu membuat pejabat Rusia akan sulit menghindari default atau gagal bayar utang luar negeri pertama sejak revolusi Rusia 1917.
Invasi Rusia 24 Februari ke Ukraina adalah agenda utama pada pertemuan menteri keuangan G7 minggu ini.
Yellen menyerukan peningkatan dukungan keuangan untuk negara yang dilanda perang, yang menurut perkiraan Bank Dunia menderita kerugian fisik mingguan sebesar $4 miliar.
Baca juga: Kremlin Berang atas Rencana G7 dan UE Rebut Aset Rusia, Sebut sebagai Pencurian Langsung
Baca juga: Finlandia dan Swedia Resmi Mendaftar untuk Bergabung dengan NATO, Apa Selanjutnya?
"Saya pikir sangat wajar mengingat kehancuran besar di Ukraina, dan biaya pembangunan kembali yang besar yang akan mereka hadapi, bahwa kami akan meminta Rusia untuk membantu membayar setidaknya sebagian dari harga yang akan terlibat," kata Yellen kepada wartawan dalam pertemuan minggu ini.
Beberapa pejabat Eropa telah meminta agar Uni Eropa, Amerika Serikat dan sekutu lainnya menyita sekitar $300 miliar aset mata uang asing bank sentral Rusia yang dibekukan akibat sanksi.
Aset itu disimpan di luar negeri, tetapi tetap di bawah kepemilikan Rusia.
"Meski kami sudah memikirkan ini, sekarang tidak sah di Amerika Serikat bagi pemerintah untuk menyita aset-aset itu," kata Yellen.
"Itu bukan sesuatu yang diizinkan secara hukum di Amerika Serikat."
Pada pertemuan G7 di pinggiran kota Bonn di Koenigswinter, Yellen bermaksud untuk fokus pada kebutuhan anggaran Ukraina yang lebih mendesak, yang diperkirakan mencapai $5 miliar per bulan.