TRIBUNNEWS.COM - Pemimpin Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi telah dipindahkan dari lokasi penahanan rahasia ke sel isolasi di kompleks penjara di ibu kota, Naypyidaw, kata juru bicara pemerintah militer Zaw Min Tun.
"Sesuai dengan hukum pidana … [Aung San Suu Kyi] telah ditahan di sel isolasi di penjara sejak Rabu (22/6/2022)," kata Zaw Min Tun dalam sebuah pernyataan pada Kamis (23/6/2022).
Dilansir Al Jazeera, Aung San Suu Kyi ditangkap pada 1 Februari 2021, ketika tentara merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilihnya.
Dia awalnya ditahan di kediamannya di ibu kota, tetapi kemudian dipindahkan ke setidaknya satu lokasi lain.
Baca juga: Junta Myanmar Pindahkan Aung San Suu Kyi dari Tahanan Rumah ke Sel Isolasi di Kompleks Penjara
Baca juga: Pakar PBB Ungkap Jumlah Kematian Anak-anak di Myanmar akibat Konflik
Selama sekitar satu tahun terakhir Suu Kyi ditahan di lokasi yang dirahasiakan, umumnya diasumsikan berada di pangkalan militer.
Sebuah sumber yang mengetahui tentang transfernya mengatakan wanita berusia 77 tahun itu "bertindak seperti sebelumnya dan dalam semangat yang kuat".
"Dia terbiasa menghadapi situasi apa pun dengan tenang," kata sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu kepada kantor berita AFP.
Baca juga: Pengadilan Junta Myanmar Disebut Hukum Suu Kyi dengan Penjara yang Setara Seumur Hidupnya
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dijatuhi Hukuman Penjara 5 Tahun karena Korupsi
PBB desak masyarakat internasional bantu atasi krisis Myanmar
Secara terpisah pada Kamis (23/6/2022), Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Myanmar mendesak masyarakat internasional untuk berbuat lebih banyak untuk mengatasi krisis di negara yang dipicu oleh kudeta tahun lalu.
Diketahui jumlah orang yang tewas dalam serangan itu. tindakan keras militer terhadap lawan-lawannya melebihi 2.000.
"Terlalu banyak yang dipertaruhkan bagi Myanmar dan rakyatnya untuk menerima kepuasan dan kelambanan masyarakat internasional," katanya dalam sebuah pernyataan.
Lalu, Phil Robertson, wakil direktur Human Rights Watch di Asia, mengatakan langkah para jenderal itu "cukup jelas" bertujuan untuk menghukum dan mengintimidasi peraih Nobel dan para pendukungnya.
"Mereka mencoba untuk menunjukkan bahwa mereka tangguh, mereka mencoba untuk mengklaim bahwa Aung San Suu Kyi tidak akan dapat tinggal dalam tahanan rumah dengan pembantu rumah tangga dan anjingnya dan akan menghadapi kurungan isolasi," katanya kepada Al Jazeera.
"Ini akan mengobarkan permusuhan para pendukungnya di seluruh negeri terhadap junta militer," ucapnya.