Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Perekonomian China berada di bawah tekanan parah karena gelombang kasus baru virus corona (Covid-19) melanda seluruh negeri.
Sejak ekonomi terbesar kedua di dunia itu secara drastis melonggarkan aturan pembatasan Covid pada awal bulan ini, belum ada data yang jelas terkait sejauh mana penyebaran virus ini di tingkat nasional.
Namun beberapa kota dan provinsi di negara itu mengatakan bahwa mereka melihat puluhan ribu kasus baru per hari.
Penyebaran infeksi yang cepat telah mendorong banyak orang harus berdiam di dalam rumah dan mengosongkan toko serta restoran.
Baca juga: Pemerintah China Mulai Distribusikan Obat Antivirus Pfizer untuk Menekan Kasus Covid-19
Pabrik dan perusahaan juga terpaksa tutup atau memangkas produksinya karena semakin banyak pekerja yang mengalami sakit.
"Jumlah orang di jalanan telah menurun tajam dari tingkat yang sudah tenang di seluruh negeri, itu akan mempengaruhi permintaan," kata analis dari Capital Economics dalam sebuah catatan penelitian pada pekan lalu.
Dikutip dari laman CNN, Selasa (27/12/2022), perekonomian China telah berjuang saat negara itu secara tiba-tiba beralih dari kebijakan nol-Covid yang ketat.
Penjualan ritel mengalami kontraksi pada November lalu karena sistem penguncian (lockdown) yang meluas, dan jumlah pengangguran melonjak ke level tertinggi dalam waktu enam bulan.
Para pemimpin teratas baru-baru ini memberi isyarat bahwa mereka akan mengalihkan fokus kembali ke pertumbuhan tahun depan dan bertaruh pada pelonggaran pembatasan pandemi untuk mengangkat perekonomian.
Namun data statistik tidak terlihat menjanjikan.
Penjualan mobil dan rumah merosot dalam beberapa minggu pertama pada Desember ini.
Menurut statistik terbaru dari Asosiasi Mobil Penumpang China, produsen mobil menjual 946.000 kendaraan dari 1 Desember hingga 18 Desember lalu, angka ini turun 15 persen dari periode yang sama pada tahun lalu.
Menurut penyedia data keuangan China, Wind, pekan lalu, penjualan rumah berdasarkan luas lantai anjlok 44 persen di 30 kota terbesar dari pekan yang sama pada tahun lalu.
Baca juga: Covid-19 Melonjak Tajam di China, 37 Juta Orang Diduga Terinfeksi dalam Seminggu
Sedangkan di kota tingkat satu seperti Beijing dan Shanghai, penjualan rumah anjlok 53 persen persen pada minggu lalu dari tahun lalu.
Pergerakan masyarakat juga merosot tajam.
Sejak pertengahan bulan ini, jumlah perjalanan kereta bawah tanah turun sekitar 60 persen di kota-kota besar dari periode yang sama pada tahun lalu.
Statistik dari Kementerian Perhubungan dan regulator layanan pos negara itu menunjukkan bahwa volume kargo truk dan pesanan pengiriman, keduanya menyusut dalam seminggu terakhir, pabrik-pabrik juga mengurangi produksi.
Industri utama seperti semen dan serat kimia melaporkan tingkat utilisasi yang lebih rendah dari kapasitas produksi yang ada.
BYD, produsen kendaraan listrik terbesar di negara itu, mengaku harus memangkas produksi 2.000 hingga 3.000 kendaraan per hari karena lebih banyak pekerja yang sakit dan tidak dapat bekerja.
"Wabah Covid sangat mempengaruhi produksi kami. 20 hingga 30 persen karyawan kami sedang sakit di rumah," kata Wakil Presiden BYD, Lian Yubo pada Kamis lalu di sebuah forum di Shenzhen.
Ia menambahkan, produksi bulanan perusahaan kemungkinan tidak mencapai target sebesar 20.000 hingga 30.000 kendaraan untuk Desember ini.
Banyak pabrik terpaksa tutup selama berminggu-minggu karena pekerja yang sakit dan kurangnya pesanan.
Caixin melaporkan pada Senin kemarin bahwa beberapa pabrik furnitur di provinsi Jiangsu timur telah memberitahu karyawannya untuk berlibur lebih awal dan panjang untuk merayakan Tahun Baru Imlek.
Perlu diketahui, liburan Tahun Baru Imlek jatuh antara 21 Januari dan 27 Januari 2023.
Sebanyak 60 persen perusahaan tekstil dan pencelupan di provinsi pesisir Guangdong, Zhejiang dan Shandong, yang merupakan pusat manufaktur utama negara itu telah mengumumkan akan menangguhkan produksi dan libur panjang selama dua bula'.
"Beberapa minggu ke depan mungkin menjadi 'yang paling berbahaya' untuk pertempuran China dengan Covid-19. Dengan migrasi ke daerah pedesaan menjelang Tahun Baru Imlek, bagian manapun dari negara yang saat ini tidak berada dalam gelombang Covid besar, kemungkinan akan segera dilanda hal yang sama, itu akan semakin menekan output," kata Analis Capital Economics.