Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, MOSKOW - Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov memuji latihan militer bersama antara Moskow dan Beijing sebagai langkah yang memperkuat kemitraan strategis baru kedua negara tersebut.
Lavrov mengatakan kepada wartawan pada hari ini, Rabu (18/1/2023) , dia menuduh negara Barat mencari cara untuk membuat China marah atas sejumlah masalah, seperti status Tibet dan Taiwan.
Dia menambahkan, China terlalu kuat untuk dilawan oleh Amerika Serikat, sehingga Washington dipaksa untuk "memobilisasi" Barat untuk mendukung agenda anti-Beijing-nya.
Melansir dari Al Jazeera, ketika perang di Ukraina berkecamuk, China dan Rusia telah meningkatkan latihan militer untuk menyelaraskan kebijakan luar negeri mereka. Kedua negara itu menandatangani kemitraan "tanpa batas" pada Februari tahun lalu, beberapa hari sebelum Moskow mengirim angkatan bersenjatanya ke Ukraina.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-329: Upaya Penyelamatan di Dnipro Selesai, Korban Tewas 45 Orang
Hubungan ekonomi Moskow dan Beijing juga berkembang pesat karena hubungan Rusia dengan Barat telah menyusut. Namun, Beijing terlihat melangkah dengan hati-hati.
Presiden Rusia Vladimir Putin secara terbuka mengakui bahwa pemimpin China, Xi Jinping, memiliki "kekhawatiran" atas tindakan Moskow di Ukraina.
Lavrov memperingatkan, pertikaian Rusia dengan Barat atas Ukraina adalah bagian dari perubahan kebijakan global yang akan berkembang dalam jangka panjang.
“Proses pembentukan tatanan dunia multipolar akan lama; itu akan memakan waktu. Dan kita berada di tengah-tengah proses itu sekarang," ujar Menlu Rusia itu.
Dia mengutip upaya Barat untuk menghambat perluasan kerja sama antara Rusia dan China, dan mengatakan bahwa upaya mereka tidak akan berhasil.
Hubungan Rusia dengan Barat "tidak akan pernah sama", kata Lavrov, seraya menuduh Barat gagal mematuhi perjanjian yang ditandatangani dengan Moskow.
“Tidak akan pernah lagi ada situasi ketika Anda berbohong, menandatangani dokumen dan kemudian menolak untuk memenuhinya,” tambah Lavrov.
Bulan lalu, angkatan laut China dan Rusia mengadakan latihan bersama di Laut China Timur.
Menurut Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China, latihan tersebut dirancang untuk menunjukkan "tekad dan kemampuan kedua belah pihak untuk bersama-sama menanggapi ancaman keamanan maritim".
Sementara itu, Rusia dan China juga dilaporkan “berbagi alat” pendekatan dan strategi untuk melemahkan NATO, menurut duta besar AS untuk NATO, Julianne Smith.