TRIBUNNEWS.COM - Sudah memasuki hari ke-13 pascagempa dahsyat mengguncang Turki dan Suriah pada Senin (6/2/2023) lalu.
Pada Minggu (19/2/2023), korban tewas yang dilaporkan kedua negara mencapai 46.442 orang.
Dikutip dari Al Jazeera, korban tewas di Turki mencapai 40.642 orang.
Sementara negara tetangga Ankara, Suriah telah melaporkan lebih dari 5.800 kematian.
Angka tersebut, tidak berubah selama beberapa hari.
Ketika Turki berupaya mengelola bencana terburuk yang melanda negaranya, kekhawatiran tumbuh atas para korban tragedi di Suriah.
Baca juga: Dua WNI yang Jadi Korban Tewas akibat Gempa Turki Teridentifikasi, Asal Bali dan Lombok
Program Pangan Dunia (WFP) menekankan agar pihak berwenang berhenti memblokir akses ke daerah-daerah untuk menyalurkan bantuan.
Kepala WFP, David Beasley, mengatakan badan itu kehabisan pasokan dan meminta lebih banyak penyeberangan perbatasan dari Turki dibuka.
"Masalah yang kami hadapi (adalah) operasi lintas garis ke Suriah, di mana otoritas Suriah barat laut tidak memberi kami akses yang kami butuhkan," kata Beasley di sela-sela KTT Munich.
Di Suriah yang hancur oleh perang saudara selama lebih dari satu dekade, sebagian besar korban jiwa tercatat di sisi barat laut.
Daerah tersebut, dikuasai oleh para pejuang yang berperang dengan pasukan Presiden Bashar Al Assad.
Baca juga: INH Salurkan Bantuan dari Masyarakat Indonesia untuk Korban Gempa Turki dan Suriah
Kemarahan publik
Baik Turki maupun Suriah tidak mengatakan berapa banyak orang yang belum ditemukan pascagempa.
Bagi keluarga yang masih menantikan kerabatnya di Turki, ada kemarahan publik atas praktik pembangunan yang korup dan cacat sehingga mengakibatkan ribuan rumah dan bisnis hancur.