News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Popularitasnya Anjlok Gara-gara RUU Reformasi Pensiun, Macron Siap untuk 'Tidak Populer'

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aktivis Prancis Jean-Baptiste Redde, juga dikenal sebagai Voltuan (Tengah), memegang plakat bertuliskan Macron, harus mundur selama rapat umum pada hari kedua pemogokan nasional dan protes atas usulan reformasi pensiun pemerintah, di Paris pada 31 Januari 2023 - Prancis bersiap menghadapi pemblokiran transportasi besar-besaran, dengan pemogokan massal dan protes akan melanda negara itu untuk kedua kalinya dalam sebulan sebagai keberatan atas rencana peningkatan usia pensiun dari 62 menjadi 64. (Photo by JULIEN DE ROSA / AFP)

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, PARIS - Presiden Prancis Emmanuel Macron mendukung rencana kebijakan reformasi pensiunnya yang kontroversial tersebut dalam pidato publik pertamanya, sejak ia mendorong langkah itu tanpa persetujuan anggota parlemen.

Ia mengklaim bahwa langkah yang telah memperdalam aksi protes menjadi kerusuhan yang kini sedang berlangsung di negara itu, telah ditunda terlalu lama oleh para pendahulunya.

Macron pun tetap berpegang teguh pada keputusannya untuk meningkatkan usia pensiun di Prancis dari 62 menjadi 64 selama wawancara televisi pada Rabu lalu.

Ia menegaskan satu-satunya kesalahan yang ia buat adalah 'gagal meyakinkan orang' tentang manfaatnya.

Baca juga: Aksi Protes Soal Kebijakan Emmanuel Macron Diwarnai Kekerasan dan Penangkapan

"Saat saya mulai bekerja, ada sepuluh juta pensiunan, hari ini ada 17 juta, dan tahun 2030 akan ada 20 juta. Apakah menurutmu kita bisa melanjutkan dengan aturan yang sama?," kata Macron.

Dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (25/3/2023), ia mengkritik para pendahulunya, mengatakan bahwa dirinya 'bisa menyapu debu di bawah permadani seperti banyak yang telah dilakukan sebelumnya'.

Namun malah memilih untuk diam untuk perubahan yang telah lama tertunda.

"Apakah menurut anda, saya menikmati melakukan reformasi ini? Tidak. Tapi tidak ada seratus cara yang bisa digunakan untuk menyeimbangkan neraca, reformasi ini bukanlah kemewahan atau kesenangan, ini adalah kebutuhan negara. Jika saya harus memikul ketidakpopuleran hari ini, saya akan memikulnya," tegas Macron.

Macron juga menepis tuduhan lawan politiknya yang menyebut dirinya sebagai pemimpin yang "tidak demokratis' dengan mendorong Undang-undang (UU) yang memecah belah tanpa persetujuan parlemen penuh, menggunakan Pasal 49.3 konstitusi Prancis.

Macron malah menuduh pengunjuk rasa tidak demokratis dan mengecam kerusuhan hebat yang mencengkeram negara.

Namun, ia mengungkapkan rasa hormatnya untuk 'serikat buruh yang mempertahankan sudut pandang mereka'.

"Ketika kelompok, seperti yang mereka lakukan minggu ini, menggunakan kekerasan tanpa aturan apapun karena mereka tidak senang dengan sesuatu, maka itu bukan lagi demokrasi," jelas Macron.

Baca juga: Protes Kebijakan Reformasi Pensiun Emanuel Macron, Sejuta Buruh Prancis Ngamuk di Jalanan

Selain aksi pemogokan massal dan protes yang meluas, UU tersebut juga memicu berbagai mosi tidak percaya terhadap pemerintah di Majelis Nasional, yang didominasi oleh aliansi sentris Macron.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini