Sementara itu, delegasi kedua dari Buddha Theravada dari Thailandia datang ke Vatikan di bawah tajuk “Walk for Peace” (Berjalan untuk perdamaian) datang pada Rabu, 21 Juni 2023.
Mereka melakukan dialog dengan Dikasterium untuk Dialog antar Umat Beragama di Vatikan.
"Mereka dipandu oleh Master Phra Sutham Dhitadhammo, Presiden delegasi para Bhikku yang berjalan untuk perdamaian Suanmonkkaphararam. Delegasi ini beranggotakan 59 orang yang terdiri dari para Bhikku dan kaum awam, mitra kerja mereka," katanya.
Lagi-lagi, kata Pastor Markus, mereka harus menerima kabar pembatalan bertemu dengan Paus yang sudah dijadwalkan karena Paus Fransiskus masih harus beristirahat untuk membantu proses penyembuhan bekas operasi.
Sekalipun demikian, semangat mereka untuk menebar dan memajukan perdamaian tidak luntur.
"Saya diminta dari Kantor untuk mendampingi para biksu dan kaum awam hari ini ke bagian dalam Vatikan dan menjelaskan kepada mereka tentang Vatikan, Basilika Santo Petrus dan segala yang berkaitan dengan Vatikan," katanya.
Para biksu dan rombongan antusias mendengarkan penjelasan Pastor Markus.
Pastor Markus menceritakan Presiden delegasi, Master Phra Sutham Dhitadhammo mengambil alih mikrofonnya dan memberikan penjelasan tambahan tentang apa yang sudah dirinya katakan dengan mengaitkan dengan nilai-nilai agama Buddha.
"Hal yang membuat saya merasa terkesan, adalah bahwa Presiden Delegasi, Master Phra Sutham memegang tangan saya sejak keluar dari Kantor dan tidak pernah melepaskannya lagi selama perjalanan dan selama saya melakukan penjelasan. Sedetikpun beliau tidak melepaskan tangan saya," katanya.
Hal ini, kata Pastor Markus, membuat puluhan bahkan ratusan ribu manusia yang membanjiri Vatikan hari ini merasa terkesan dan memotret kami berulang-ulang.
"Tetapi bukan itu tujuannya. Saya memahami misi mereka yang dikemas dalam tajuk “Berjalan untuk Perdamaian”. Mereka sadar bahwa berjalan bersama-sama butuh kedekatan, saling menopang dan saling bergandengan tangan. Ada banyak bahaya dalam perjalanan yang bisa mengakibatkan kejatuhan dan rentetan akibat lainnya. Oleh karena itu, untuk selamat di jalan, orang harus saling bergandengan tangan. Saya sangat menikmati gestikulasi khusus ini," tutur Pastor Markus.
"Belum pernah saya alami sepanjang dan seintensip itu. Kesan saya, beliau juga sangat menikmatinya. Sering para Bhikku lain juga ikut bergandengan tangan sehingga terjadi rantai gandengan tangan selama perjalanan. Betapa indahnya hidup ini! Sekalipun berbeda, kita masih bisa dan bahkan senang bergandengan tangan. Tidak ada kaitan dengan perkara iman. Ini soal kemanusiaan belaka yang diterjemahkan dari iman masing-masing," sambungnya.
Pastor Markus pun mengutip pernyataan Paus Benediktus XVI.
"Barangsiapa yang beriman, tidak pernah merasa sendirian. Dia selalu ingin mencari penganut agama lainnya. Mengapa? Karena asal usul kita satu dan sama. Tujuan kita pun satu dan sama. Yakni kepada Dia yang telah menciptakan kita semua, walaupun cara dan jalan kita berbeda," katanya.