TRIBUNNEWS.COM - Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, memperingatkan pemimpin perusahaan militer swasta, Wagner, Yevgeny Prigozhin saat melakukan negosiasi damai antara Rusia dan Wagner.
Alexander Lukashenko mengatakan, Yevgeny Prigozhin dan Wagner bisa dihancurkan seperti serangga jika dia berani melanjutkan perjalanan dari Kota Rostov ke Kota Moskow.
"Brigade militer siap ditempatkan ke Moskow untuk mempertahankan ibu kota Rusia jika diperlukan," kata Alexander Lukashenko pada militer Belarus, Selasa (27/6/2023).
"Kami juga khawatir kerusuhan dapat keluar dari Rusia, dan kami akan menjadi yang berikutnya," lanjutnya.
Sebelumnya, Lukashenko mengatakan Rusia mengumpulkan sekitar 10.000 tentara untuk mengusir pawai Wagner ke Moskow pada Sabtu (24/6/2023).
"Belarus juga siap mengirim pasukan ke Rusia," katanya, dikutip dari RT.
Baca juga: Cegah Kudeta Susulan, Rusia Sita Alat Tempur Wagner Group di Medan Perang
Lukashenko yakin, Rusia akan menang melawan para pemberontak tapi itu mungkin akan mengakibatkan ribuan kematian.
Sehingga, menurutnya, solusi damai adalah prioritasnya dalam menengahi Wagner dan Rusia.
Presiden Belarus itu mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin, membuatnya harus menawarkan bantuan sebagai mediator karena kekhawatirannya.
"Hal yang paling berbahaya… bukanlah situasi itu sendiri tetapi potensi konsekuensinya,” kata Lukashenko kepada militer Belarus, Selasa (27/6/2023).
Alexander Lukashenko mengatakan, Putin pernah berbicara padanya tentang Yevgeny Prigozhin yang memutus komunikasi saat memimpin pasukan Wagner menuju Moskow.
"Dengar Alex, itu tidak berguna. Dia (Prigozhin) bahkan tidak mengangkat telepon, dia tidak ingin berbicara dengan siapa pun," kata Putin pada Lukashenko, dikutip dari The New York Post.
Baca juga: Presiden Alexander Lukashenko Sambut Bos Wagner Yevgeny Prigozhin di Belarusia
Meski demikian, Lukashenko berhasil menghubungi Yevgeny Prigozhin dengan bantuan Dinas Keamanan Federal Rusia (FSB).
Pada 30 menit pertama dalam panggilan telepon itu, Yevgeny Prigozhin sangat berapi-api dan berbicara dalam kata-kata kotor.
"Ada 10 kali lebih banyak kata-kata umpatan daripada yang biasa,” kenangnya.
Kemudian, Lukashenko memperingatkan Prigozhin, Rusia bisa menghancurkannya seperti serangga.
Menurut Lukashenko, para komandan Grup Wagner telah dibuat frustrasi oleh kekalahan di medan perang yang diderita di Ukraina dan hal itu sangat memengaruhi Prigozhin.
Seperti yang dikatakan oleh Yevgeny Prigozhin sebelumnya, ia mengklaim dia dan Wagner hanya menuntut "keadilan" dalam menyerukan pemecatan para jenderal Rusia yang dianggap tidak kompeten.
Pemberontakan Wagner dan Negosiasi Damai
Baca juga: Putin Rupanya Berniat Habisi Bos Wagner saat Pemberontakan Terjadi, Presiden Belarusia Menenangkan
Yevgeny Prigozhin menyerukan Wagner akan menggulingkan Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, dan mengganti stafnya.
Wagner berbaris dari Ukraina ke Kota Rostov pada Jumat (23/6/2023) untuk menguasai markas militer Rusia di sana.
Pada Sabtu (24/6/2023), Wagner yang berada di Kota Rostov mengatakan akan melanjutkan aksi menuju Kota Moskow.
Mereka mengendarai tank dan kendaraan militer di sepanjang kota.
Sebelum mencapai Kota Moskow, Presiden Belarus, Alexander Lukashenko, berhasil menghubungi Yevgeny Prigozhin dan perwakilan pemerintah Rusia untuk negosiasi.
Lukashenko memfasilitasi panggilan telepon langsung antara Prigozhin dan Alexander Bortnikov, Direktur Layanan Keamanan Federal Rusia (FSB).
Pada Minggu (25/6/2023), Wagner dan Rusia menyepakati hasil negosiasi damai, dikutip dari CNN Internasional.
Pasukan Wagner yang berbaris menuju Kota Moskow kemudian mundur ke kamp mereka.
Setelah itu, Lukashenko mengatakan dia menelepon lagi dengan Putin di mana pemimpin Rusia itu berjanji untuk menepati janjinya.
Putin kemudian menyatakan, pihak berwenang Rusia tidak akan menuntut Prigozhin atau Wagner yang memberontak.
Presiden Rusia itu menawarkan pilihan kepada para pejuang Wagner untuk menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia atau badan keamanan lainnya, pulang ke rumah, atau pindah ke negara tetangga Belarusia.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)