TRIBUNNEWS.COM - Seorang dosen bernama Abdallah al-Naami memilih untuk tetap tinggal di Gaza apa pun resikonya.
Al-Naami tinggal di Gaza, wilayah sempit Palestina yang berbatasan dengan Laut Mediterania.
Al- Naami mengajar di Fakultas Sains Terapan Universitas di Gaza sebelum tanggal 7 Oktober 2023.
Ia mengajar hampir 200 siswa di siang hari dan fokus pada tulisan dan fotografinya di malam hari.
Namun konflik antara Israel dan Hamas ini mengubah kehidupannya.
Serangan pengeboman Israel tanpa henti membuat dirinya harus kehilangan beberapa mahasiswanya.
Baca juga: Gereja Ortodoks di Gaza Terkena Serangan Udara Israel, Setidaknya 8 Orang Meninggal
“Saya tahu setidaknya ada satu orang yang terbunuh pada hari pertama pertempuran. Sulit bagi saya untuk menerimanya,” kata al-Naami, dikutip dari Al Jazeera.
Dia menggambarkan mendiang mahasiswa tersebut sebagai salah satu orang paling lucu di kelasnya.
Kejadian tersebut membuatnya sangat sedih dan tidak bisa membayangkan tanpa adanya mahasiswa tersebut.
“Ketika saya mencoba membayangkan bagaimana jadinya kelas saya tanpa dia, itu tidak dapat dibayangkan. Akan sulit bagi saya untuk terus mengajar dengan tingkat kegembiraan yang sama ketika mengetahui dia telah tiada," terangnya.
Tidak hanya itu kampus tempat ia mengajar juga mengalami kerusakan parah akibat serangan udara Israel.
Pada hari ke-13, Al-Naami tidak bisa berhenti bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya ketika perang Israel-Hamas terus berlanjut.
“Kehidupan seperti apa yang tersisa di Gaza setelah semua ini? Ini hari ke 13," tanyanya.
Baca juga: Bantuan Masyarakat Indonesia untuk 13.000 Warga Gaza Mulai Disalurkan
“Bahkan jika kita selamat dari bom, kita selamat dari kelaparan, apa yang tersisa?” lanjutnya.