News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Bicara Pembantaian oleh Israel pada Warga Gaza, Abu Salem: Hidup atau Mati, Menyerah Bukan Pilihan

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Suci BangunDS
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Orang-orang memeriksa jenazah para korban yang tewas dalam pemboman Israel saat mereka terbaring di luar rumah sakit Al-Shifa di Kota Gaza pada 8 November 2023, di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan gerakan Hamas Palestina.

"Kami tidak dapat mengeluarkan seluruh pecahan peluru dari tubuh orang yang terluka, hanya (merawat) bagian yang mengancam nyawa mereka (saja)," beber Abu Shawish.

"Tapi, pecahan peluru juga berbahaya, bisa menyebabkan infeksi dan menyebabkan kegagalan banyak organ, tapi kami berharap hal ini (pecahan peluru di dalam tubuh korban) dapat ditindaklanjuti setelah perang selesai."

Buntut serangan Israel yang membumihanguskan Gaza, membuat Abu Shawish harus mengubur dalam-dalam mimpinya.

Yang terpenting baginya saat ini adalah keluarganya tetap hidup.

"Saya mempunyai impian besar sebelum perang, tetapi sekarang saya hanya berharap saya dan keluarga saya tetap hidup," tandas dia.

"Tak Ada Waktu untuk Istirahat"

Dua wanita berduka saat mereka duduk di luar kamar mayat tempat jenazah warga Palestina yang tewas dalam pemboman Israel dibawa sebelum dimakamkan, di rumah sakit Shuhada Al-Aqsa, di Deir el-Balah, di Jalur Gaza tengah pada 6 November 2023. di tengah pertempuran yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Palestina Hamas. (AFP/MAHMUD HAMS)

Baca juga: WHO Sebut Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Jadi Zona Kematian, Ada Kuburan Massal di Pintu Masuk

Di ruang gawat darurat, dokter muda wanita bernama Alaa Kassab menunjukkan kondisi pasien di mana bagian tubuhnya ada yang membiru.

Ia menjelaskan, pecahan peluru kemungkinan besar telah menimbulkan banyak kerusakan sehingga anggota badan si pasien tidak mendapatkan oksigen dan mungkin perlu diamputasi.

Kejadian seperti ini, ujar Kassab, terutama dialami oleh para anak-anak.

Hal tersebut berdampak pada dirinya hingga ia terkadang tak dapat bicara.

Hampir setiap hari, Kassab duduk diam untuk memulihkan kondisi mentalnya.

Kassab menyelesaikan studi kedokterannya di Universitas Ain Shams di Kairo, Mesir.

Ia kembali ke kampung halamannya di Deir al-Balah pada Februari 2023 lalu.

"Saya bermimpi untuk menyelesaikan tahun magang medis saya, kemudian bepergian ke luar negeri untuk menyelesaikan studi saya di bidang spesialisasi, sebelum akhirnya pulang ke Gaza," urai dia.

"Apa yang saya lihat dalam dua minggu terakhir sejak menjadi sukarelawan, membuat saya semakin bertekad untuk menjadi seorang dokter."

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini