Beattie menganggap AS kini dihadapkan pada tantangan yang benar-benar unik di Laut Merah.
“AS kini menghadapi Angkatan bersenjata Yaman, sebuah kekuatan yang patut diperhitungkan di mana kebetulan memiliki rudal balistik dan drone yang canggih serta memiliki tujuan yang jauh berbeda dari negara-negara lain yang berupaya menghalangi perdagangan global,” ujarnya.
Beattie pun menilai serangan Houthi di Laut Merah sebenarnya semata-mata hanya mengincar kapal berbendera Israel saja.
Namun, alih-alih AS menekan Israel agar mengizinkan bantuan masuk ke Gaza, negeri Paman Sam justru meladeni serangan yang dilancarkan oleh Houthi dan Yaman.
“Namun, bahkan ketika AS menghabiskan 0,21 persen dari Produk Domestik Brutonya untuk patroli jalur pelayaran, yang bermanfaat bagi tujuannya di tempat-tempat seperti lepas pantai Somalia, AS tidak akan mampu memberikan dampak besar terhadap Yaman,” tulis ulasan Beattie.
Di sisi lain, jumlah sekutu AS yang siap berperang di Laut Merah, dinilai Beattie, saat ini nyaris tidak ada.
“Meskipun beberapa negara terlibat dalam agresi di Yaman, yaitu Australia, Kanada, dan Belanda, serta Bahrain, keterlibatan mereka tidak bersifat operasional,” kata Beattie.
Dia pun mencontohkan Mesir yang meski memiliki kepentingan lebih ketimbang AS di Laut Merah, tetapi mereka tidak berani mengambil tindakan seperti AS dengan menyerang Houthi atau Yaman.
Beattie menilai tindakan Mesir itu lantaran enggan untuk disamakan sebagai pro-Israel ketika melakukan serangan terhadap Houthi.
“Ketika AS berupaya untuk menjaga jalur perdagangan tetap terbuka saat ini, pandangan mereka mungkin akan berubah besok dan begitu pula kepentingan mereka dengan kemungkinan kembalinya mantan Presiden Donald Trump ke tampuk kekuasaan lewat kebijakan proteksionisme isolasionisnya yang bahkan mungkin akan menyebabkan penarikan dukungan terhadap perdagangan sekutu utama seperti Ukraina dan Taiwan,” ujar Beattie.
Baca juga: Pemerintah Yaman Tak Sanggup Hadapi Houthi, Minta Bantuan Barat Gelar Operasi Darat
Dia melanjutkan, saat ini, AS lebih diandalkan untuk membuka blokade Laut Merah oleh banyak sekutunya yang bahkan tidak mau ikut serta jika perang terjadi.
“Dan bahkan jika AS melakukan hal tersebut (perang melawan Houthi), mereka (sekutu AS) bakal menanggung risiko jika Trump kembali ke tampuk kekuasaan,” katanya.
(Tribunnnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)