TRIBUNNEWS.COM -- Perpecahan di pemerintahan Ukraina kian memuncak. Presiden Volodymyr Zelensky dikabarkan segera memecat panglima perangnya Valery Zaluzhny.
Hal tersebut dilakukan karena Jenderal Zaluzhny menolak lemgser, setelah ditawarkan mengundurkan diri oleh Zelensky.
Di tengah peperangan yang melanda Ukraina dengan Rusia, dua pucuk tertinggi di negeri tersebut justru tidak kompak.
Baca juga: Ukraina Sudah Punya 880 Ribu Tentara, Zelensky Akan Tambah Serdadu Lebih Banyak
Zelensky yang dianggap sebagai boneka Barat terus menginginkan perlawanan terhadap Rusia, meski sumber daya sudah hampir habis.
Sementara Zaluzhny yang memimpin tentara Ukraina sejak sebelum invasi Rusia pada Februari 2022 menyatakan pesimismenya dengan cara Zelensky memimpin perlawanan Ukraina.
Jenderal Besi
Jenderal berusia 51 tahun ini bukanlah jenderal biasa.
Ia menjadi simbol perlawanan Ukraina terhadap Rusia dan sangat dicintai warga negara itu, bahkan kepopulerannya melebihi sang presiden.
Kepemimpinannya berhasil menahan gempuran pasukan Vladimir Putin yang hampir menguasai Kiev pada awal Rusia menginvasi Ukraina.
Bahkan karena keberhasilannya mengusir Rusia dari Kiev, Zaluzhny mendapat julukan baru yaitu 'Jenderal Besi'.
Zaluzhny lahir di pangkalan militer Soviet di Novograd-Volynsky di barat laut Ukraina pada 8 Juli 1973.
Ia memimpin mengusir separatis yang didukung oleh Rusia dari Ukraina timur pada 2014 lalu. Zaluzhny dipromosikan menjadi panglima angkatan bersenjata Ukraina pada Juli 2021 oleh Zelensky.
Namun perpecahan keduanya mulai terjadi sejak Zelensky mulai mengkritik soal keputusannya dalam melakukan perlawanan terhadap Rusia.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-705: Zelensky Sebut Perang Dunia 3 Dimulai saat Rusia Serang NATO
Saat itu, Zalushny mengumumkan pembatasan pergerakan cadangan antara berbagai bagian negara.
"Sesulit apa pun bagi kami, (perang ini) pasti tidak akan membuat kami malu," tulisnya kala itu.