Iran menolak tuduhan AS dan mengatakan militan tersebut melakukan serangan atas keputusan mereka sendiri, dikutip dari Iran Intl.
Perlawanan Islam di Irak mengatakan serangan itu adalah protes terhadap AS yang merupakan sekutu utama Israel dalam melancarkan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza.
Petinggi Militan Telah Dievakuasi
Sumber dari Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengungkapkan kebingungan besar di kalangan milisi pro-Iran.
Hal ini karena terbatasnya informasi intelijen tentang tempat yang diperkirakan akan menjadi sasaran AS dalam beberapa jam sebelum terjadi serangan itu.
Namun, mereka telah mengambil pencegahan untuk mengurangi jumlah korban dengan mengevakuasi petinggi mereka ke Damaskus dan Homs.
Petinggi militan lain yang berafiliasi dengan mereka juga diminta untuk tetap berada di rumah.
Sementara itu, militan itu tidak mempunyai rencana untuk menghadapi serangan AS jika serangan itu meluas.
Beberapa hari sebelum terjadi serangan balasan AS, militan pro-Iran sudah menghentikan aktivitas militer yang menargetkan pangkalan AS di Suriah.
Khususnya di lokasi Al-Bukamal, kawasan pertanian di Al-Mayadeen, dan kawasan pedesaan Palmyra, yang mencakup pasukan dari milisi Pasukan Mobilisasi Populer Irak.
Iran adalah negara yang memiliki kebijakan anti-Israel dan AS, serta mendukung Palestina dalam melawan Israel.
AS menempatkan tentaranya di perbatasan Suriah, Yordania, Irak untuk mempertahankan pengaruhnya dan mencegah meluasnya pengaruh Iran.
Kematian warga Palestina di Jalur Gaza mencapai 27.131 jiwa sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Jumat (2/2/2024), 1.147 kematian di wilayah Israel, dan 375 kematian warga Palestina di Tepi Barat hingga Selasa (30/1/2024), dikutip dari Anadolu.
Israel memperkirakan, masih ada kurang lebih 137 sandera yang ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel