Penduduk Rafah di sisi perbatasan Mesir telah mengungsi beberapa tahun yang lalu dan wilayah tersebut sekarang siap menerima gelombang pengungsi Palestina, asalkan wilayah tersebut merupakan zona keamanan tertutup di Sinai.
Yayasan Hak Asasi Manusia Sinai yang berbasis di Inggris menegaskan, pekerjaan konstruksi saat ini sedang berlangsung dengan pesat untuk menciptakan zona keamanan terisolasi di perbatasan dengan Jalur Gaza, di bawah pengawasan Otoritas Teknik Angkatan Darat Mesir.
Hal ini kemudian dibenarkan oleh Reuters, mengutip empat narasumber Mesir, yang melaporkan bahwa Mesir telah mulai mempersiapkan kawasan untuk menampung pengungsi Palestina.
Berita mengenai hal ini didukung oleh citra satelit yang menunjukkan kalau pihak berwenang Mesir sedang membangun tembok dan meratakan tanah di dekat perbatasan dengan Jalur Gaza, kata laporan Associated Press.
Rafah Palestina adalah rumah bagi salah satu divisi terkuat sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, yang mempertahankan kesiapan tempur penuh dengan 10.000 pejuang.
Faksi perlawanan lainnya juga mempunyai kehadiran militer di sana beserta infrastruktur militer yang belum rusak, tidak seperti wilayah utara dan tengah Jalur Gaza.
Para pengamat menilai tujuan operasi Rafah adalah untuk menduduki koridor Philadelphia, yang dianggap Israel sebagai jalur pasokan militer ke Jalur Gaza dan rahasia di balik ketabahan Hamas sejak Oktober.
Menurut perkiraan intelijen, koridor tersebut adalah pusat terowongan penyelundupan senjata, dan mungkin markas operasional Al-Qassam.
Seorang pakar politik Mesir, yang tidak ingin disebutkan namanya, berpendapat bahwa yang lebih berbahaya adalah operasi militer darat Rafah dapat membuat milisi perlawanan (Hamas Cs) berada dalam di antara tekanan militer Israel di satu sisi dan Mesir di sisi lain.
Rezim Mesir tidak menoleransi Hamas, dan beberapa hari yang lalu presiden AS meminta pertanggungjawaban Al-Sisi karena tidak membuka perbatasan Rafah untuk memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan.
Mereka yang pesimistis mengenai potensi serangan tersebut mengungkapkan kekhawatiran bahwa Kairo mungkin memberikan informasi intelijen dan layanan logistik yang akan berguna bagi pihak Israel dan meningkatkan tekanan terhadap Hamas, dengan imbalan konsesi keuangan dan bantuan AS.
Hal ini akan menempatkan kelompok perlawanan di bawah tekanan besar dan memaksa mereka untuk membuat konsesi selama proses negosiasi yang tidak bisa dihindari.
Sejauh ini, Israel memang enggan mengirimkan perwakilannya ke Kairo untuk bernegosiasi dengan mediator dan Hamas terkait pertukaran tawanan. Namun, meja negosiasi belum tertutup sepenuhnya.
Upaya Mesir untuk memojokkan Hamas dari seberang dikhawatirkan akan membawa perang Gaza meluas ke wilayah negara tersebut.
"Masyarakat Mesir sudah khawatir, aktivitas mencurigakan yang sedang berlangsung dapat mengungkap sebuah skenario di mana perang Israel melawan Palestina di Gaza dapat meluas ke Mesir, atau hal ini hanya dipromosikan sebagai kedok," kata Hassan.
Sementara itu, tambahnya, kenyataannya ada perjanjian rahasia mengenai pengungsian sementara, atau bahkan permanen, yang diatur sedemikian rupa sehingga Mesir dibuat seolah-olah terpaksa membuka perbatasan bagi pengungsi Palestina.
(oln/memo/*)