TRIBUNNEWS.COM, HAITI - Ratusan narapidana melarikan diri dari penjara utama di Haiti setelah serangan oleh gerombolan bersenjata.
Dilaporkan 5 orang tewas dalam peristiwa itu.
Serangan ini terjadi saat Perdana Menteri Haiti sedang berada di luar negeri untuk meminta dukungan pasukan keamanan yang didukung oleh PBB.
Pembobolan penjara ini menjadi contoh kekerasan yang terjadi di Haiti, di mana serangan-serangan terkoordinasi oleh gerombolan bersenjata semakin meningkat di ibu kota Port-au-Prince.
Di sekitar penjara, terdapat tiga mayat dengan luka tembak dan dua orang pria tergeletak dengan tangan terikat di belakang punggung mereka.
Pemerintah Haiti sedang berusaha mencari para pelaku dan meminta masyarakat agar tetap tenang.
Berdasarkan laporan ada 3 mayat dengan luka tembak tergeletak di pintu masuk penjara, yang terbuka lebar, tanpa penjaga yang terlihat.
Baca juga: Kecelakaan Bus di Meksiko, 16 Migran Venezuela dan Haiti Tewas, Termasuk 3 Anak-anak dan 2 Wanita
Sandal plastik, pakaian, dan kipas angin listrik berserakan di teras beton yang biasanya penuh sesak, namun pada hari Minggu tampak kosong.
Di lingkungan lain, mayat dua orang pria yang berlumuran darah dengan tangan terikat di belakang punggungnya tergeletak telungkup saat warga berjalan melewati penghalang jalan yang dipasang dengan ban yang terbakar.
Pemerintah Haiti mendesak ketenangan karena mereka berusaha menemukan para pembunuh, penculik, dan pelaku kejahatan kekerasan lainnya yang katanya melarikan diri selama pecahnya kekerasan.
"Kepolisian Nasional mengambil semua langkah untuk menemukan para tahanan yang melarikan diri dan menangkap mereka yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan kriminal ini serta semua kaki tangan mereka sehingga ketertiban umum dapat dipulihkan," kata Kementerian Komunikasi dalam sebuah posting di X, sebelumnya Twitter seperti dilansir dari Arabnews, Senin.
Arnel Remy, seorang pengacara hak asasi manusia yang bekerja di dalam penjara, mengatakan di X bahwa kurang dari 100 dari hampir 4.000 narapidana yang masih berada di balik jeruji besi.
Mereka yang memilih untuk tetap tinggal termasuk 18 mantan tentara Kolombia yang dituduh bekerja sebagai tentara bayaran dalam pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada Juli 2021.
Pada Sabtu malam, beberapa warga Kolombia membagikan video yang memohon untuk menyelamatkan nyawa mereka.
"Tolong, tolong bantu kami," kata salah satu pria, Francisco Uribe, dalam pesan yang dibagikan secara luas di media sosial.
"Mereka membantai orang-orang tanpa pandang bulu di dalam sel," katanya.
Pada hari Minggu, Uribe mengatakan kepada para jurnalis yang berjalan dengan santai ke dalam fasilitas yang biasanya dijaga ketat itu.
"Saya tidak melarikan diri karena saya tidak bersalah."
Dengan tidak adanya informasi resmi, anggota keluarga narapidana bergegas ke penjara untuk memeriksa orang-orang yang mereka cintai.
"Saya tidak tahu apakah anak saya masih hidup atau tidak," kata Alexandre Jean saat dia berkeliling di sekitar sel untuk mencari keberadaan anaknya.
Kekerasan Meluas
Kekerasan pada Sabtu malam tampaknya meluas, dengan beberapa lingkungan melaporkan adanya suara tembakan.
Ada laporan tentang pembobolan penjara di penjara Port-au-Prince kedua yang berisi sekitar 1.400 narapidana.
Gerombolan bersenjata juga menduduki dan merusak stadion sepak bola utama di negara itu, menyandera seorang karyawan selama berjam-jam, kata federasi sepak bola negara itu dalam sebuah pernyataan.
Layanan internet untuk banyak penduduk terputus karena jaringan seluler utama Haiti mengatakan bahwa koneksi kabel serat optik terputus selama kerusuhan.
Dalam kurun waktu kurang dari dua minggu, beberapa institusi negara telah diserang oleh para geng yang menunjukkan mereka telah mengkoordinasikan aksi mereka dan memilih target yang sebelumnya tidak terpikirkan seperti Bank Sentral.
Setelah gerombolan bersenjata melepaskan tembakan di bandara internasional Haiti minggu lalu, Kedutaan Besar AS mengatakanmenghentikan sementara semua perjalanan resmi ke negara tersebut.
Serangan terkoordinasi oleh geng-geng, mengakibatkan empat petugas polisi terbunuh pada hari Kamis.
Petugas polisi memerangi gangster yang mencoba menguasai Haiti pada 1 Maret 2024.