TRIBUNNEWS.COM – Tak hanya menargetkan warga sipil Palestina, militer Israel yang ada di Jalur Gaza juga turut melakukan serangan mematikan ke para staff United Nations Children's Fund (Unicef).
Hal ini dungkap langsung oleh Tess Ingram, juru bicara UNICEF yang selamat dari penembakan maut yang dilakukan Israel.
Dalam cuplikan video yang diunggah Al Jazeera, Ingram menuturkan bahwa militer Israel dengan sengaja menembaki mobil bantuan kemanusian yang berisi bahan pangan dan perlengkapan logistik yang akan dikirim ke pengungsi Palestina.
Mobil dan truk tersebut diberondong tembakan dan beberapa rudal saat memasuki arah pos pemeriksaan.
"Kami sedang menunggu di sana ketika terjadi baku tembak di sekitar lokasi, namun secara mengejutkan tembakan datang dari arah pos pemeriksaan,” kata Ingram
“Tembakan tersebut kemudian mengenai kami," imbuhnya.
Ingram menuturkan tiga peluru menghantam mobil yang ditumpanginya.
Karena penyerangan tersebut mengancam nyawa staf UNICEF, Ingram melaporkan kejadian itu ke pihak berwenang.
Ia menggambarkan peristiwa itu sebagai insiden paling serius yang pernah dialami staf UNICEF sejak agresi Israel di Palestina.
"Keselamatan tidak terjamin bahkan ketika kita mengambil semua langkah yang diperlukan seperti yang kita lihat dalam insiden tragis World Central Kitchen. Ini merupakan contoh lain," ungkap Ingram.
Israel Serang Kantor UNRWA
Baca juga: Dalam 24 Jam, 64 Orang Tewas dan 45 Lainnya Terluka dalam Agresi Pendudukan Israel di Jalur Gaza
Penyerangan seperti ini bukan kali pertama yang dilakukan Israel, meski sejumlah negara telah melayangkan kecaman atas tindakan penyerangan warga sipil yang dilakukan militer IDF.
Namun hal tersebut tampaknya tak membuat Perdana Menteri Netanyahu mundur, ia justru semakin terang-terangan melakukan serangan dan mengabaikan hukum kemanusiaan internasional.
Baru-baru ini Israel semakin membabi buta menyerang pusat bantuan Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Rafah.
Ketua UNRWA Philippe Lazzarini mengatakan serangan itu menargetkan pusat distribusi makanan di Rafah, Gaza.
Akibat serangan itu, seorang staf UNRWA dilaporkan tewas, dan 22 orang lainnya mengalami cedera.
200 Pekerja Kemanusiaan Tewas di Gaza
Pihak PBB mengatakan setidaknya hampir 200 pekerja kemanusiaan telah terbunuh sejak penyerangan Israel di Gaza pecah pada 7 Oktober 2023.
Jumlah tersebut bertambah usai 7 relawan kemanusiaan dari NGO World Central Kitchen (WCK) tewas beberapa waktu lalu.
Adapun 7 relawan yang tewas di antaranya berasal dari Australia, Polandia, Inggris, seorang berkewarganegaraan ganda AS-Kanada, dan Palestina.
Insiden tersebut bermula ketika para pekerja sedang melakukan perjalanan di daerah yang ‘bebas konflik’.
Rombongan itu berjalan dengan konvoi 2 mobil lapis baja berlogo WCK dan sebuah kendaraan tanpa pelindung.
Sebelum melakukan perjalanan Pihak WCK mengaku telah berkoordinasi dengan IDF mengenai konvoi petugas itu yang bertolak dari sebuah gudang di Deir Al-Balah.
Mereka mengungkap baru saja mengirimkan lebih dari 100 ton bantuan pangan yang dibawa ke Gaza melalui perairan.
Namun secara mengejutkan Israel menembaki truck bantuan tersebut hingga 7 staff WCK yang berada dalam truk tewas.
"Ini bukan hanya serangan terhadap WCK, ini adalah serangan terhadap organisasi-organisasi kemanusiaan yang bekerja di tengah situasi paling mengerikan ketika makanan digunakan sebagai senjata perang. Ini tidak bisa dimaafkan," kata CEO WCK Erin Gor.
Atas insiden mematikan ini, sejumlah negara kompak melayangkan ultimatum kepada Netanyahu.
Seperti Presiden AS Joe Biden yang menegaskan kepada Netanyahu bahwa serangan terhadap tim WCK tidak dapat diterima.
Biden juga turut memperingatkan bahwa kebijakan AS mengenai konflik di masa depan akan bergantung pada tindakan Israel untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Gaza.
Hal senada juga dilakukan Perdana Menteri Australia. Ia menegaskan serangan terhadap petugas kemanusiaan di Gaza tidak bisa diterima.
Australia juga akan mengambil langkah tegas menuntut transparansi dalam penyelidikan serangan udara di Gaza yang menewaskan tujuh relawan, termasuk seorang warga Australia.
“Australia akan terus mencari informasi yang jelas dan transparansi mengenai pembunuhan tersebut, itulah sebabnya kami akan menunjuk orang yang tepat untuk memeriksa rincian kejadian tersebut,” jelas Perdana Menteri Australia Anthony Albanese.
(Tribunnews.com / Namira Yunia Lestanti)