News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Sebut Israel Negara Sampah, Jutaan Pemukim Eksodus: Permintaan Paspor Barat Naik 5 Kali Lipat

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DESAK MUNDUR - Para demonstran warga Israel mendesak PM Israel, Benjamin Netanyahu mundur karena dinilai tidka mampu menangani Perang Gaza dalam hal pengembalian sandera di tangan Hamas dan juga dari sisi ekonomi negara.

Sebut Israel Negara Sampah, Jutaan Pemukim Eksodus: Permintaan Paspor Barat Naik 5 Kali Barat

TRIBUNNEWS.COM - Situs web Prancis Orient 21 menerbitkan hasil investigasi atas keluhan dan ketakutan warga Israel terhadap hal-hal yang tidak diketahui akibat perang di Gaza.

Investigas media itu merujuk pada meningkatnya permintaan untuk pengajuan paspor negara-negara Barat oleh warga pemukim Israel.

Baca juga: Israel Dilanda Panic Buying Saat Iran Bersumpah Membalas: Toko dan Bank Diserbu Pemukim Yahudi

Investigasi tersebut – yang diterbitkan pada Senin (22/4/2024) menyertakan kesaksian banyak warga Israel, beberapa di antaranya baru saja berimigrasi ke Israel.

Dalam kesaksian mereka, terungkap tentang keterkejutan para pemukim warga Israel atas keadaan ketegangan dan ketakutan.

"Mereka bertekad untuk kembali ke tempat asal mereka," tulis laporan itu.

Baca juga: Di Depan Tank, Jenderal IDF Mencak-mencak ke Para Politisi Israel yang Terbelah Soal Wajib Militer

PERLUASAN PEMUKIMAN YAHUDI DI TEPI BARAT - Dua pasukan pendudukan Israel terlihat dengan latar belakangan pemukiman Yahudi Israel di kawasan Tepi Barat. Israel dilaporkan menyetujui perluasan pemukiman di Tepi Barat, termasuk Yerusalem dan Betlehem, dalam serangkaian pembangunan besar-besaran yang belum pernah terjadi sebelumnya. (File Photo/JN)

Negara Sampah

Satu di antara kesaksian itu datang dari Muki (54 tahun), yang berimigrasi dari kota Leningrad di Rusia ke Israel pada tahun 1997.

Muki tercatat memiliki kewarganegaraan Israel dan bahkan ikut bertempur dalam Perang Lebanon tahun 2006.

Pria tersebut – yang saat ini bekerja di sebuah binatu – mengatakan ketika ditanya tentang pendapatnya mengenai situasi Israel saat ini sehubungan dengan perang tersebut.

Secara terbuka, dia mengaku kalau Israel adalah “negara sampah.”

Pendapat serupa juga dilontarkan oleh Hannah (27 tahun), yang berimigrasi dari Rusia ke Israel dua tahun lalu untuk menghindari dampak perang dengan Ukraina.

Dalam konteks ini, situs tersebut mengutip seorang diplomat senior Eropa – yang meminta agar namanya tidak dipublikasikan.

DESAK MUNDUR - Para demonstran warga Israel mendesak PM Israel, Benjamin Netanyahu mundur karena dinilai tidka mampu menangani Perang Gaza dalam hal pengembalian sandera di tangan Hamas dan juga dari sisi ekonomi negara. (tangkap layar twitter)

5 Juta Warga Israel Punya Paspor Kedua

Diplomat itu mengakui kalau permintaan warga Israel kepada konsulat negara-negara Barat untuk mendapatkan paspor asing telah meningkat lima kali lipat dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Situs web tersebut menunjukkan bahwa sekitar 5 juta orang Israel sudah memiliki paspor kedua, yaitu hampir setengah dari populasi.

Laporan lain menyebut, hampir setengah juta warga Israel telah meninggalkan negaranya sejak pecahnya konflik Gaza pada 7 Oktober.

Konflik Gaza juga telah mengurangi imigrasi ke Israel secara signifikan.

Otoritas Kependudukan dan Imigrasi memperkirakan, 370 ribu orang meninggalkan Israel dalam dua bulan terakhir. Menurut laporan majalah Israel Zman, sebanyak 230.309 pada Oktober dan 139.839 pada November. 

Sekitar 600 ribu warga Israel bepergian ke luar negeri untuk berlibur sebelum pecahnya perang Gaza. Sementara hampir 370 ribu lainnya berangkat setelah konflik.

Hampir 301,982 orang Israel kembali ke Israel pada Oktober dan 194,016 pada November.

“Angka tersebut menunjukkan bahwa jumlah warga Israel yang pergi dan tidak kembali diperkirakan sekitar 470 ribu orang,” kata laporan Zman.

Sekitar 30 persen atau 100 tentara perempuan Israel dilaporkan menolak ikut wajib militer bersama pasukan pertahanan Israel (IOF) seperti perintah Perdana Menteri Benyamin Netanyahu.   (Al Mayadeen)

Tolak Wajib Militer

Satu di antara penyebab lain dari eksodus jutaan warga pemukim Israel ke luar negara pendudukan itu adalah karena keengganan mengikuti wajib militer

Pada Februari silam, sebanyak 30.000 warga Israel dilaporkan memenuhi Bandara Ben Gurion untuk berebut penerbangan demi bisa meninggalkan ibu kota Tel Aviv, di tengah memanasnya perang antara Israel dan Hamas.

Informasi tersebut diketahui publik lewat laporan yang dirilis dari The Times of Israel yang menyebut bahwa sekitar 30.000 orang pada akhir pekan kemarin memadati Bandara Ben Gurion agar dapat kabur meninggalkan Israel.

Sejauh ini belum diketahui destinasi terbesar dari lonjakan yang terjadi di bandara Ben Gurion. Namun alasan dari kaburnya puluhan ribu warga Israel itu agar mereka bisa melarikan diri dari tugas dinas cadangan (reserve duty) untuk mengisi kekosongan personil di jalur Gaza.

Baca juga: Diklaim Telah Ditumpas Habis oleh Israel, Nyatanya Hamas Comeback, Kembali Berkuasa di Gaza Utara

Sebelum perang pecah pada 7 Oktober 2023, Bandara Ben Gurion rata-rata hanya melayani 500 penerbangan per setiap harinya, namun setelah agresi memanas bandara Ben Gurion mulai dibanjiri warga Israel yang ingin meninggalkan negaranya agar tak ditugaskan perang.

Data dari Otoritas Kependudukan dan Imigrasi Israel yang menunjukan hampir setengah juta warga Israel meninggalkan negaranya sejak 7 Oktober.

Bahkan sebanyak 470.000 warga Israel juga dilaporkan pergi ke luar negeri tanpa ada kepastian apakah mereka akan kembali atau tidak.

Sejak saat itu pemerintah menaikan premi asuransi hingga sejumlah maskapai menghentikan layanannya di sejumlah bandara di Israel. Kecuali maskapai El Al, Arkia, dan Israir yang telah diasuransikan oleh Inbal Insurance Co. yang dimiliki oleh pemerintah.

Masalah ini membuat bandara Ben hanya dapat melayani 100 penerbangan per hari, dan berdampak pada amblasnya sektor pariwisata asing maupun domestik di Israel.

“Perang tidak hanya tragis, tapi juga mahal. Dampaknya terhadap pariwisata, misalnya, sangat nyata dan tidak bisa diabaikan,” jelas kolumnis teknologi dan penasihat startup yang berbasis di Beit Shemesh, Israel, Hillel Fuld.

Baca juga: Populer Internasional: Hamas Kerahkan Polisi di Gaza - Inggris Ingin Kirim Tentara NATO ke Ukraina

Namun memasuki awal tahun 2024, beberapa maskapai mulai melanjutkan operasi penerbangan dari Israel meski premi masih dipatok mahal. Adapun daftar maskapai tersebut diantaranya Air Seychelles (Mahe), Air Europa (Madrid), Azerbaijan Airlines (Baku), dan Georgian Airways (Tbilisi).

Situasi ini yang dimanfaatkan warga Israel untuk dapat keluar dari negaranya guna mencari perlindungan di tengah pertempuran perang yang sengit.

(oln/khbrn/rpblk/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini