Hilangnya kredibilitas kepemimpinan militer Israel sejatinya sudah terjadi sejak awal-awal pecahnya perang Gaza.
Pada November 2023 silam, setengah kompi pasukan IDF menolak berperang di Gaza karena dua pimpinan lapangan mereka justru didepak dari satuan.
Baca juga: Setengah Kompi Unit Tempur IDF Tolak Kembali Bertempur di Gaza, Tentara Israel Didera Perpecahan
Seiring berlarutnya perang yang sudah berlangsung selama 7 bulan tanpa memperoleh target dan tujuan yang ditetapkan, laporan menunjukkan rasa frustasi di kalangan pasukan IDF juga meningkat yang ditunjukkan oleh naikknya permintaan layanan konsultasi psikologis dan gangguan mental.
Tiga Masalah Besar
Ini bukan kali pertama Pasukan Israel berniat kembali menduduki wilayah yang sudah mereka kuasai lalu ditinggal pergi.
Sebuah laporan yang menjelaskan penyerbuan kembali RS Al-Shifa pada November 2023 silam, menyatakan kalau Militer Israel memang dilanda kebingungan dan mempertontonkan 3 masalah besar dalam strategi Perang Gaza.
Penyerbuan kembali RS Al-Shifa, Gaza Utara pada November lalu, merupakan klimaks pertama dari agresi darat Israel terhadap Gaza yang dimulai tahun lalu, setelah Operasi Banjir Al-Aqsa oleh Hamas.
Saat itu, penyerbuan Israel disertai dengan dugaan keberadaan markas pimpinan Hamas, di bawah rumah sakit.
Tuduhan ini belakangan terbukti salah.
Baca juga: Gaza Selatan Meledak Lagi, Tank IDF Hangus, Tentara Israel Panggil Bala Bantuan di Gerbang Al-Zaytun
"Setelah tiga bulan, penyerbuan tentara IDF terhadap kompleks medis tersebut merupakan pengakuan tersirat bahwa kendali atas wilayah utara telah lepas dari tangannya," tulis Khaberni mengutip laporan The Guardian .
Laporan itu menunjukkan secara jelas kalau Hamas masih aktif di daerah-daerah di mana Israel mengumumkan telah menetralisirnya.
Pecahnya pertempuran di lingkungan Zaytoun dan Beit Hanoun menjadi tanda lain kalau klaim Israel menguasai Gaza Utara masih jauh dari kenyataan.
Surat kabar tersebut mengatakan bahwa ada tiga hal yang dipertontonkan IDF saat kembali menyerbu RS Al-Shifa pada November silam.
Baca juga: Terbongkar Tujuan Israel Serbu Lagi RS Al-Shifa dan Bunuh Brigadir Jenderal Fayeq Al-Mabhouh
"Yang pertama adalah bahwa Hamas, meskipun menderita kerugian, masih memiliki jumlah orang bersenjata yang cukup dan sistem kepemimpinan fungsional yang cukup untuk melancarkan serangan sporadis terhadap pasukan Israel, dan dalam hal ini dibantu oleh kehadiran sistem terowongan," tulis laporan tersebut.
Masalah kedua, menurut laporan itu adalah Israel mendemobilisasi sebagian besar tentara cadangannya dan memindahkan unit reguler besar ke perbatasan utara atau Tepi Barat yang didudukinya.