TRIBUNNEWS.COM -- Ketegangan dunia saat ini terus mengalami peningkatan. Perang Rusia-Ukraina diprediksi akan berlangsung lama, sementara konflik Hamas-Israel di Gaza pun beum ada tanda-tanda reda.
Rusia terus melakukan latihan perang dan uji coba nuklir, bahkan terakhir melakukan latihan perang dengan membawa kapal selam bertenaga nuklirnya di Kuba, negeri di Amerika Tengah.
Tak mau kalah, Washington pun mengirimkan kapal nuklirnya ke sekitaran negara sosialis tersebut memamerkan kekuatan nuklirnya.
Baca juga: Israel Diam-diam Punya 90 Misil Bom Nuklir, Siap Diledakkan Untuk Serang Musuh
AS dan Rusia memang menjadi negara dengan kekuatan nuklir terbesar. Namun ada sejumlah negara lain yang juga memproduksi nuklir sebagai senjata, selain sebagai energi.
Berikut negara negara yang memiliki misil dengan hulu ledak nuklir dirangkum oleh Almayadeen, China : 410, Prancis: 290, Inggris: 225, Pakistan: 170, India: 164, Israel: 90, Korea Utara: 30.
Sementara Rusia adalah negara yang memiliki hulu ledak nuklir paling banyak yaitu 5.889 sedangkan AS memiliki sebanyak 5.224 hulu ledak nuklir.
Paling Provokatif
Meskipun jumlah nuklirnya paling sedikit, negara Korea Utara dianggap sebagai negara paling provokatif terutama terhadap negara tetangganya, Korea Selatan.
Dalam beberapa waktu belakangan, pemimpin Kim Jong Un melakukan uji coba rudal balistik. Rudal-rudal ini yang dipercaya bisa membawa hulu ledak nuklir.
Di akhir Mei lalu total ada 10 roket yang diluncurkan rezim Kim Jong Un.
Pyongyang terus mengembangkan persenjataan militernya meskipun aktivitasnya melanggar sanksi internasional.
Sebab, Korut dilarang melakukan uji coba rudal balistik berdasarkan sanksi PBB yang dikenakan atas program nuklirnya.
Baca juga: Akankah Kesepakatan AS-Saudi Picu Perlombaan Nuklir di Timur Tengah?
"10 rudal tersebut diluncurkan dari daerah Sunan, sekitar pukul 06.14 (waktu setempat) pada Kamis (30/5/2024) ke arah timur," papar Kepala Staf Gabungan Korsel dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Al Jazeera.
Pernyataan itu mengatakan rudal-rudal tersebut menempuh jarak sekitar 350 kilometer (217 mil) sebelum jatuh ke laut.
Militer mengklaim bahwa peluncuran tersebut merupakan “provokasi yang jelas” dari pihak Pyongyang dan “sangat mengancam perdamaian dan stabilitas Semenanjung Korea”.