News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Konflik Palestina Vs Israel

Para Jenderal Israel Serukan Jeda Perang: IDF Terengah-engah, Biarlah Hamas Tetap Berkuasa di Gaza

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Tentara Israel (IDF) dalam pertempuran di Jalur Gaza. IDF dilaporkan akan mundur dari Rafah, Gaza Selatan karena akan menggempur Hizbullah di Lebanon. Namun pakar militer menyatakan, mundurnya IDF karena divisi lapis baja mereka mengalami kerugian telak.

Krisis Rudal Kuba tahun 1962 adalah sebuah peristiwa sejarah yang menyoroti betapa parahnya ketegangan geopolitik tersebut. AS hampir terlibat konflik nuklir dengan Uni Soviet setelah menemukan rudal nuklir Soviet di Kuba, tidak jauh dari pantai Florida.

Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, Presiden John F Kennedy menyatakan bahwa AS tidak akan mentolerir situs-situs rudal tersebut, dan menyebutnya sebagai ancaman terhadap perdamaian dunia yang terselubung dan sembrono.

Dia mengumpulkan para penasihatnya untuk mempertimbangkan opsi militer, termasuk serangan udara dan invasi ke Kuba. Namun, karena takut akan eskalasi nuklir, AS memilih blokade laut untuk mencegah pengiriman lebih lanjut dari Soviet, yang menandai sikap tegas melawan “agresi” Soviet.

Sweidan mengatakan, peringatan Nasrallah dapat dilihat dalam konteks serupa. Kerja sama militer Siprus dengan Israel, yang mencakup manuver yang mensimulasikan invasi ke Lebanon, menimbulkan ancaman langsung terhadap keamanan Lebanon.

Bahkan ada laporan mengenai niat Israel untuk menggunakan pangkalan udara di Siprus dan Yunani untuk menyerang Lebanon, dan Tel Aviv memperkirakan Hizbullah akan menyerang bandara di Israel dalam perang di masa depan.

"Perkataan Nasrallah harus mendapat perhatian lebih, khususnya ketika dia menyatakan bahwa membuka bandara dan pangkalan di Siprus kepada musuh Israel untuk menargetkan Lebanon berarti pemerintah Siprus adalah bagian dari perang."

Sweidan menambahkan, pernyataan Nasrallah sejalan dengan hukum internasional, khususnya Piagam PBB, yang memperbolehkan pembelaan diri dalam menanggapi serangan bersenjata. Pasal 51 Piagam menyatakan:

"Tidak ada ketentuan dalam Piagam ini yang dapat mengurangi hak yang melekat pada pertahanan diri individu atau kolektif jika terjadi serangan bersenjata terhadap Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa sampai Dewan Keamanan mengambil tindakan yang diperlukan untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional."

"Tindakan-tindakan yang diambil oleh Anggota dalam melaksanakan hak membela diri ini harus segera dilaporkan kepada Dewan Keamanan dan tidak akan mempengaruhi wewenang dan tanggung jawab Dewan Keamanan berdasarkan Piagam ini kapan saja untuk mengambil tindakan seperti itu. dianggap perlu untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan keamanan internasional."

Piagam mengizinkan penggunaan kekuatan bersenjata dalam kondisi yang ketat. Yang paling penting di antaranya adalah pertahanan diri sebagai respons terhadap serangan bersenjata yang dilakukan oleh suatu negara atau negara-negara bagian.

Serangan yang dilakukan oleh kelompok perlawanan tidak dianggap sebagai pembenaran yang cukup untuk melakukan pembelaan yang sah.

Respons yang diberikan juga harus proporsional terhadap serangan tersebut dan terbatas pada apa yang diperlukan untuk memukul mundur serangan tersebut, dan sebisa mungkin menghindari penggunaan kekuatan bersenjata.

Oleh karena itu, sambung Sweidan, peringatan Nasrallah termasuk dalam ketentuan yang ditetapkan oleh PBB. Pertama, ditujukan kepada suatu negara jika terjadi partisipasinya dalam serangan terhadap Lebanon.

Kedua, hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlawanan siap merespons secara proporsional dengan menargetkan geografi yang digunakan untuk melancarkan serangan-serangan tersebut.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini