Dahlan Menolak Jadi Pemimpin Gaza Pasca-Perang Meski Didorong Israel-AS-Negara Arab: Sebut Propaganda
TRIBUNNEWS.COM - Situs berbahasa Ibrani, Israel Hayom, Kamis (25/7/2024), mengutip situs Wall Street Journal, melansir kalau para pejabat Amerika, Israel dan Arab semakin memilih untuk mencalonkan Mohammed Dahlan menjadi pemimpin keamanan di Jalur Gaza setelah perang.
Mantan petinggi gerakan Fatah itu disebut-sebut diterima baik oleh Israel maupun Hamas sebagai pemimpin sementara.
Baca juga: Buah Simalakama Israel, Perlawanan Tepi Barat Berkobar Saat Petempur Gaza Masih Menyala
Ia juga akan disetujui oleh Amerika Serikat dan negara-negara Teluk Suni.
Dahlan pernah berselisih dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan kelompok Hamas.
Ia lalu diasingkan ke UEA dari Tepi Barat, saat Hamas mengambil alih Jalur Gaza.
Sebut Propaganda Israel
Hanya, tak lama setelah kabar tersebut, pada hari yang sama Dahlan langsung mengeluarkan pernyataan pers yang menanggapi pemberitaan yang berbicara tentang bakal perannya pada rencana 'the day after the war' di Gaza.
Menurutnya, kabar itu merupakan bagian dari propaganda media yang sering dilakukan oleh pihak pendudukan Israel.
Dia juga mengaku namanya sering dicatut demi kepentingan propaganda pendudukan.
Dilansir Khaberni, Jumat (26/7/2024), berikut teks pernyataan yang dimuat di laman Facebook resminya:
“Berkali-kali, berbagai skenario disajikan atau dibocorkan ke media tentang hasil dan pengaturan perang dahsyat yang dilancarkan dan dilanjutkan oleh pendudukan Israel di hari berikutnya, dan terkadang nama kami digunakan untuk menciptakan kegembiraan.
Oleh karena itu, sekali lagi kami tegaskan kepada seluruh kolega saya dan saya pribadi bahwa kami di sini hanya untuk memberikan segala yang kami bisa untuk memberikan bantuan kepada rakyat kami di Gaza, berdasarkan kemurahan hati dan dukungan berkelanjutan dari saudara-saudara kami di Uni Emirat Arab selama ini.
Kami secara tegas menegaskan bahwa menghentikan perang genosida adalah prioritas utama kami, dan kami tidak akan mendukung pilihan apa pun, kecuali dalam pemahaman nasional Palestina yang mengarahkan kami untuk membangun kembali sistem politik Palestina melalui proses demokrasi yang transparan, dan memberikan solusi yang terdokumentasi dan terjadwal rencana aksi internasional yang mewujudkan perjuangan rakyat kami dengan mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya.
Saya telah berulang kali menyatakan penolakan saya untuk menerima atau menjalankan peran keamanan, pemerintahan, atau eksekutif apa pun.”