Hizbullah pasti merasa mereka harus menanggapi penargetan ini secara dramatis.
Yang kedua yaitu pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.
Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.
Sehari sebelum Haniyeh terbunuh, ia bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei.
Haniyeh tinggal di Qatar, bukan di Gaza.
Bagi AS, Haniyeh yang tinggal di luar Gaza, membawa keuntungan terutama soal negosiasi, menurut analis.
Faktanya, para sandera Israel yang dibebaskan dari Gaza dibebaskan setelah kesepakatan yang dinegosiasikan antara AS, Mesir, Qatar, dan Haniyeh.
Namun, jelas Haniyeh tidak memiliki "perlindungan Qatar" di Iran.
Pemimpin Tertinggi Iran Jadi Kunci Langkah Berikutnya
Saat ini, semuanya berada di tangan Iran.
Hizbullah tidak akan mengumumkan perang penuh tanpa persetujuan Teheran.
Perang skala penuh tentunya akan menjadi bencana besar bagi Israel, Lebanon, dan Iran.
Baca juga: Israel Mengaku Bertanggung Jawab Atas Pembunuhan Ismail Haniyeh, Iran Gelar Rapat Darurat
Secara militer, Israel, dengan bantuan Amerika Serikat, mungkin akan "memenangkan" perang skala penuh tersebut.
Namun, ribuan warga sipil akan tewas, dan ketiga negara akan mengalami kerusakan parah.
Semua mata kini harus tertuju pada pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.