TRIBUNNEWS.COM - Sistem perawatan kesehatan Lebanon yang dilanda krisis, kini bersiap menghadapi kemungkinan terjadinya konflik yang lebih luas dengan Israel.
Hal ini diungkapkan Menteri Kesehatan sementara, Firas Abiad, kepada The Associated Press dalam sebuah wawancara pada Senin (12/8/2024).
Militer Israel dan kelompok militan Hizbullah Lebanon yang kuat telah saling serang sejak perang di Gaza dimulai.
Namun, ketegangan meningkat sejak serangan Israel di pinggiran kota Beirut yang menewaskan seorang komandan tinggi Hizbullah pada bulan lalu.
Hizbullah pun telah berjanji untuk membalas serangan Israel.
Kini, pemerintahan sementara Lebanon, di tengah manuver diplomatik untuk de-eskalasi, berupaya bersiap menghadapi yang terburuk dengan anggaran yang terbatas, parlemen yang terpecah, dan tidak adanya presiden.
"Sistem kesehatan Lebanon harus menyesuaikan diri dengan berbagai krisis," kata Firas Abiad, Senin, dikutip dari AP News.
Fasilitas perawatan kesehatan memangkas biaya dengan menjaga persediaan seminimal mungkin, sehingga hanya menyisakan sedikit cadangan untuk keadaan darurat.
Sekarang persediaan telah terkumpul hingga persediaan penting untuk empat bulan.
"Kami berharap semua upaya yang kami lakukan untuk mempersiapkan keadaan darurat ini sia-sia dan perang yang lebih luas dapat dihindari," kata Abiad.
"Hal terbaik yang kami inginkan adalah semua ini ternyata tidak perlu," sambungnya.
Baca juga: Israel Gelisah, Front Tempur Baru Disebut Sudah Muncul di Perbatasan Israel-Yordania
Di Gaza, sistem kesehatan telah hancur.
Abiad mengatakan otoritas kesehatan Lebanon menganggap kemungkinan rumah sakit menjadi sasaran konflik yang lebih luas “sangat serius.”
Ia mengatakan, hampir dua lusin paramedis dan pekerja perawatan kesehatan di Lebanon selatan telah tewas dalam serangan Israel.