TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, mengatakan pihaknya telah menawarkan untuk memantau setiap gencatan senjata di Gaza.
Sekjen PBB juga menuntut diakhirinya kematian dan kehancuran terburuk yang pernah dilihatnya dalam lebih dari tujuh tahun masa jabatannya.
"Tidak realistis untuk berpikir PBB dapat memainkan peran dalam masa depan Gaza, baik dengan mengelola wilayah tersebut atau menyediakan pasukan penjaga perdamaian, karena Israel tidak mungkin menerima peran PBB," katanya dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press.
Namun, ia mengatakan "PBB akan siap mendukung gencatan senjata apapun."
Menekankan urgensi gencatan senjata sekarang, Guterres berkata:
"Tingkat penderitaan yang kita saksikan di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya dalam mandat saya sebagai sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa."
"Saya belum pernah melihat tingkat kematian dan kehancuran seperti yang kita lihat di Gaza dalam beberapa bulan terakhir."
Di sisi lain, Palestina telah mengedarkan rancangan resolusi PBB yang menuntut Israel untuk mengakhiri "kehadirannya yang melanggar hukum" di Gaza dan Tepi Barat dalam waktu enam bulan.
Resolusi Majelis Umum yang diusulkan tersebut menyusul putusan pengadilan tinggi PBB pada Juli yang menyatakan, kehadiran Israel di wilayah Palestina adalah melanggar hukum dan harus diakhiri.
AS Susun Proposal Baru
Sementara itu, para pejabat Israel dan Amerika Serikat (AS) mengatakan, Washington "tidak optimis" mengenai tercapainya kesepakatan pertukaran sandera dengan faksi-faksi Palestina di Jalur Gaza.
Namun, AS akan segera mengajukan proposal baru.
Baca juga: Drone Hizbullah Hantam Lantai 14 Apartemen, Warga Israel Marah dan Mengaku Ditinggalkan Pemerintah
Washington sedang menyusun proposal baru, yang akan disampaikan kepada Tel Aviv dan para mediator.
Meskipun AS tidak optimistis dapat segera menyelesaikan kesepakatan, otoritas penyiaran milik pemerintah KAN melaporkan, mengutip pejabat Israel dan AS yang tidak disebutkan namanya.
Dikutip dari Anadolu Agency, para pejabat mengatakan, AS telah menyebut rencana yang sedang disusun tersebut sebagai "proposal kesempatan terakhir."