Gencatan senjata pun dinilai semakin sulit terealisasi ketika Perdana Menteri (PM) Israel, Benjamin Netanyahu justru menginginkan militer Israel tetap berada di dua wilayah Gaza demi mencegah Hamas mempersenjatai diri.
Di sisi lain, Hamas menolak kesepakatan apapun terkait diizinkannya pasukan Israel untuk tetap berada di Gaza.
Tak cuma itu, mediator utama perundingan gencatan senjata yaitu Amerika Serikat (AS) dinilai semakin tidak bisa diandalkan ketika dianggap kehilangan kemampuan mempengaruhi Israel agar gencatan senjata terjadi di Gaza.
Redupnya taji AS sebagai mediator utama terlihat ketika Menteri Luar Negeri, Antony Blinken hanya mengunjungi Mesir pada pekan lalu alih-alih juga melakukan kunjungan ke Israel.
Dikutip dari CNN, pejabat AS melarang Blinken karena dianggap perjalanan ke Israel untuk mendukung kesepakatan gencatan senjata bisa membuat Netanyahu marah dan justru merusak upaya-upaya mediasi.
Kendati demikian, di luar upaya gencatan senjata yang semakin jauh panggang dari api, satu masalah besar dipastikan dialami Gaza yaitu pembangunan kembali seluruh infrastruktur di sana.
Dilansir The Guardian, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa hanya untuk sekedar membersihkan puing reruntuhan yang diperkirakan seberat 40 juta ton, dibutuhkan waktu selama 15 tahun.
Perkiraan waktu tersebut, kata PBB, di luar pembangunan kembali bangunan-bangunan yang hancur akibat serangan Israel.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Konflik Palestina vs Israel