Perwira Israel: Kami Takut Munculnya Brigade Milisi Baru, Hamas Kuasai 2 Juta Warga Gaza Tanpa Paksaan
TRIBUNNEWS.COM - Surat kabar Israel, Haaretz mengutip seorang perwira militer Israel (IDF) melaporkan, muncul kekhawatiran di kalangan militer pendudukan atas upaya Gerakan Perlawanan Palestina, Hamas mereorganisasi kekuatannya.
Seperti diketahui, Israel mengklaim sudah menghancurkan kekuatan militer Brigade Al Qassam, sayap militer Hamas di sejumlah titik krusial di Jalur Gaza, seperti di Rafah, Gaza Selatan.
Baca juga: Disebut Israel Sudah Hancur, Brigade Rafah Al Qassam Hantam Unit IDF Pakai Roket TBG Hingga Tewas
Dalam pengumumannya itu, IDF kemudian menyatakan akan memfokuskan pengerahan kekuatan ke front Utara dengan fokus memukul mundur gerakan Hizbullah Lebanon untuk mengembalikan para pemukim Yahudi di Utara ke rumah masing-masing.
Serangan harian yang dilakukan Hizbullah ke banyak pemukiman Yahudi di wilayah utara pendudukan rupanya membuat para pemukim mengungsi ke wilayah lain dan menjadi beban keuangan Israel.
Saat IDF memfokuskan kekuatannya di Utara itu lah muncul kabar kalau Hamas kembali memperkuat barisan dengan membentuk brigade-brigade baru guna mengisi kekosongan kekuatan yang rusak karena operasi militer IDF selama berbulan-bulan di Gaza.
"Militer Israel yang mengkhawatirkan upaya organisasi baru Gerakan Perlawanan Islam (Hamas) untuk menargetkan tentara Israel di Jalur Gaza," tulis laporan yang melansir pernyataan Perwira Israel itu, dikutip Khaberni, Kamis (26/9/2024).
Hamas Kendalikan Dua Juta Warga
Adapun Surat kabar lain Israel, Yedioth Ahronoth, mengutip sumber keamanan Israel, juga mengatakan bahwa Gerakan Perlawanan Hamas berupaya memperkuat kembali otoritasnya di wilayah yang ditinggalkan tentara IDF di Jalur Gaza.
Dia menambahkan kalau tentara IDF melihat tren yang meresahkan, yaitu Hamas mengendalikan sekitar dua juta orang di Gaza tanpa paksaan atau perlawanan terhadap kekuasaannya.
Laporan tersebut mengutip sumber-sumber keamanan yang mengatakan, "Tidak ada satu pun penduduk Gaza yang menentang Hamas, dan tidak ada yang menentang kekuasaannya."
Dia menekankan bahwa Hamas adalah "penerima manfaat terbesar" dari kegagalan kepemimpinan politik di rezim pemerintahan Israel saat ini untuk menemukan alternatif pengganti Hamas untuk memerintah Gaza.
Sisa Pasukan Israel di Gaza Digerogoti Sergapan Al Qassam
Terkait situasi ini, pakar militer dan ahli strategi, Nidal Abu Zaid, memberikan analisisnya mengenai perkembangan situasi konflik di Gaza dan Lebanon selatan yang melibatkan tentara Israel.
Secara khusus, Abu Zaid menyoroti video yang disiarkan oleh media sosial milisi perlawanan mengenai penyergapan tentara Israel (IDF) di Rafah.
Menurutnya, operasi penyergapan Brigade Al Qassam terhadap IDF di Rafah itu menegaskan apa yang dia uraikan sebelumnya mengenai keberlangsungan perlawanan di Gaza mengingat mengendurnya operasi militer IDF karena terkonsentrasi di front Utara.
Baca juga: Media Israel: Tentara IDF Cemas, 40.000 Milisi Suriah-Irak-Yaman Mau Datang ke Golan Bantu Hizbullah
"Milisi perlawanan Gaza mulai mendapat keuntungan dari pengalihan beban militer pendudukan Israel ke utara dan serangan langsung terhadap sisa pasukan pendudukan di Gaza. IDF hanya menyisakan Divisi Lapis Baja ke-162 dan dua brigade di poros Netzarim. Sergapan (terhadap sisa pasukan IDF) menegaskan kalau perlawanan masih mampu berlanjut secara terus-menerus di Gaza," kata dia.
Hal ini sekaligus membantah klaim IDF yang mengatakan sudah menghancurkan kemampuan militer Qassam di Rafah.
Baca juga: Disebut Israel Sudah Hancur, Brigade Rafah Al Qassam Hantam Unit IDF Pakai Roket TBG Hingga Tewas
"Tampaknya keadaan tenang yang disaksikan di medan operasi Gaza selama beberapa hari terakhir memberikan kesempatan bagi milisi perlawanan untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh penarikan Divisi Pasukan Terjun Payung ke-98 dan unit-unit lainnya dari Gaza," kata Abu Zaid.
Seperti diketahui, IDF saat ini memprioritaskan situasi di front utara dengan melakukan operasi militer menghadapi gerakan perlawanan Lebanon, Hizbullah.
Ada gelagat, IDF segera melancarkan invasi darat ke dalam Lebanon untuk memukul mundur pasukan Hizbullah.
"Operasi blok api (eskalasi) IDF terkonsentrasi di utara bersama Hizbullah, yang berarti kita mungkin akan melihat lebih banyak operasi perlawanan di Gaza dalam beberapa hari mendatang," kata Abu Zaid.
Kesamaan Propaganda Israel
Mengenai perkembangan di front utara, Abu Zaid membandingkan operasi militer yang dilakukan Israel ke Lebanon pada 2006 silam dengan operasi militer 2024 ini.
Menurut Abu Zaid, ada kesamaan soal agresi Israel ini, propaganda.
"Kita dapat melihat bahwa ada kesamaan dalam wacana media, seperti yang diumumkan oleh kepala staf IDF pada saat itu: Danny Halutz mengatakan bahwa pemboman udara yang terkonsentrasi akan menyebabkan kekalahan Hizbullah. Kami menemukan bahwa Kepala Staf saat ini, Herzi Halevi, menggunakan hal yang sama bahasa wacana media," kata dia.
Abu Zaid menuturkan, saat 2006 silam, terlepas dari propaganda dan klaim Israel yang menyatakan sukses menghancurkan sejumlah infrastruktur dan jaringan perlawanan, toh tentara pendudukan mundur dan operasi militer dihentikan.
"Dan tujuan (perang) Kepala Staf IDF saat itu Danny Halutz tidak tercapai," menurut Abu Zaid.
Sebagai informasi, pada operasi militer 2024 ini, IDF menamai agresinya dengan nama “Panah Utara”. Penamaan ini diolok-olok Hizbullah yang menyebutnya sebagai “Rekening Terbuka”, merujuk pada pernyataan organisasi tersebut kalau mereka memang sudah menanti kedatangan pasukan Israel untuk 'memanennya'.
Baca juga: Sekjen Hizbullah ke Pasukan Israel: Selamat Datang, Kami Menanti! Berapa Kekuatan IDF Masuk Lebanon?
Nilai Penting Pengeboman Markas Mossad
Abu Zaid menunjukkan, mulai terlihat keteraturan dalam peluncuran rudal dan pemilihan jenis target oleh Hizbullah.
"Ini tampaknya menunjukkan bahwa Hizbullah telah berhasil, setidaknya sejauh ini, dalam memulihkan keseimbangan dan memulihkan rantai komando pengambilan keputusan, meski hanya sebagian. Dan pengeboman pangkalan radar dan intelijen Rmeim dan Meron Israel pagi ini menunjukkan kalau ada faksi (di Hizbullah) yang mungkin melakukan pengeboman yang berbeda dari segi jenis dan sasaran," katanya menjelaskan dampak serangan Israel terhadap rantai komando Hizbullah.
Abu Zaid menunjukkan kalau penargetan gedung Mossad kemarin, Rabu, di Tel Aviv, dengan rudal Qadir 1, aspek pentingnya tidak terletak pada nilai destruktifnya.
Baca juga: Rudal Balistik Hizbullah Jamah Israel, Bidik Markas Mossad di Tel Aviv, Sirene Meraung di 20 Kota
"Namun terletak pada keberhasilan Hizbullah dalam meluncurkan rudal balistik dan kegagalan Israel mendeteksi rudal jenis ini, yang memiliki banyak keuntungan (bagi Perlawanan)," kata dia.
Perkembangan ini, menurut Abu Zaid, terjadi seiring dengan upaya komunitas internasional mendesak agar Israel mengurungkan invasi darat mereka ke Lenanon yang akan menjadi kerugian terbesar bagi Tel Aviv jika itu terjadi.
(oln/khbrn/*)