News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus penyanderaan: Sindrom Stockholm nyata atau omong kosong?

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasus penyanderaan: Sindrom Stockholm nyata atau omong kosong?

Ketika dia tidak mendapatkan uang ataupun mobil, psikiater Nils Bejerot menyarankan pada polisi agar Olofsson dibawa ke lokasi penyanderaan di Norrmalmstorg Square. Olofsson ditugaskan bekerja sebagai orang dalam untuk membujuk Olsson, dengan imbalan pengurangan hukuman penjara.

Bejerot awalnya menyebut situasi itu sebagai Norrmalmstorg Syndrome, yang kemudian lebih dikenal sebagai Sindrom Stockholm.

Bagi sebagian kalangan, teori itu dianggap sebagai cara Bejerot mengalihkan perhatian dari kesalahan yang dia dan polisi Stockholm lakukan dalam kasus tersebut, dengan justru menempatkan para korban sebagai pihak yang bersalah karena bersimpati pada pelaku.

Selama penyanderaan di bank, keempat sandera dan dua orang pelaku, Olsson dan Olofsson, mulai membentuk hubungan, utamanya karena sikap para pelaku yang begitu baik. Sebaliknya, para korban justru menjadi antipati terhadap polisi, karena mereka cemas aksi kepolisian bisa memperburuk situasi atau bahkan membuat mereka tewas.

Salah satu sandera, Kristin Enmark, dibujuk Olofsson untuk menelepon Olof Palme, perdana Menteri Swedia pada waktu itu. Dia memohon pada Palme agar dirinya dan para pelaku penyanderaan bisa keluar dari bank.

“Saya rasa Anda sedang bermain dengan nyawa kami. Saya mempercayai Clark dan Jan. Saya tidak putus asa. Mereka tidak melakukan hal buruk pada kami, mereka sangat baik. Tapi, Anda tahu, saya takut polisi akan menyerang kami dan membuat kami terbunuh,” kata Enmark saat menelepon Olof Palme.

Pada 2016, Enmark berkata pada BBC: “Saya harap panggilan telepon itu tidak pernah terjadi, karena itu hal yang sia-sia. Saya duduk di lantai bank dan memohon pertolongan pada perdana menteri, apa yang bisa dia katakan?”

Selama enam hari, para sandera disekap di dalam ruang brankas bank yang telah dikepung oleh polisi bersenjata.

Polisi kemudian memutuskan mendobrak masuk melalui atap dan menggunakan gas air mata untuk melumpuhkan pelaku. Polisi menyerukan agar para sandera keluar lebih dulu, namun mereka menolak karena takut polisi akan menembak kedua pelaku.

Akhirnya, saat para pelaku keluar dari ruangan penyanderaan, mereka berhenti dan memeluk para sandera perempuan, serta menjabat tangan sandera laki-laki.

Kejadian itu membuat publik yang mengikuti peristiwa tersebut kebingungan.

Banyak orang kemudian mulai mempercayai konsep Sindrom Stockholm yang dicetuskan Bejerot, walau Bejerot belum pernah berbincang dengan Enmark. Media internasional langsung mengadaptasinya dalam laporan mereka.

Bagi ahli negosiator pembebasan sandera seperti Frank Bolz dan Harvey Schlossberg, konsep itu menjadi materi pengajaran untuk menjelaskan hubungan interpersonal yang terbentuk dalam situasi traumatis.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini