"PA berpegang teguh pada legitimasinya dari masyarakat internasional dengan hanya mengadopsi wacana solusi dua negara dan apa yang disebut negosiasi proses perdamaian, jelasnya.
"Itu berarti bahwa PA melihat kebijakan lain, bahkan jika itu berakar pada protes rakyat, sebagai ancaman terhadapnya. Setiap penyimpangan dari strategi PA ini mengakibatkan pemerintah menindak aktivis, karena PA tidak berkepentingan melihat protes berubah menjadi Intifada (perlawanan/perang terhadap Israel)," kata dia.
Di masa lalu, PA telah menangani protes rakyat baik dengan cara mengkooptasinya atau tetap mempertahankan sejumlah kontrol atas protes tersebut sebagai sarana untuk menekan Israel agar kembali ke meja perundingan.
Namun, berbagai peristiwa dan perkembangan terkini di lapangan telah memperparah situasi perlawanan warga Palestina ke pendudukan Israel.
“PA khawatir konfrontasi bersenjata dengan Israel akan menyebar ke Tepi Barat yang diduduki,” kata Shaheen.
“Selain itu, muncul generasi aktivis baru yang tidak dipolitisasi menurut keanggotaan partai, dan karena itu tidak dapat dilibatkan. Para pemuda ini telah berada di garis depan konfrontasi dengan pasukan Israel, baik di Yerusalem maupun di Haifa, dan secara tradisional tidak dikenal oleh PA,” katanya.
Kampanye penangkapan sebagai taktik menakut-nakuti, yang dilakukan bersamaan dengan operasi "hukum dan ketertiban" Israel di wilayah tahun 1948 tempat ratusan warga Palestina di Israel ditangkap, sejalan dengan perilaku pemerintah otoriter, kata Shaheen.
“PA memerintah dengan rasa takut karena mereka sangat ingin mempertahankan otoritasnya,” katanya.
“Itulah sebabnya mereka menunda pemilu, karena mereka tahu itu akan menjadi kekalahan memalukan bagi partai dominan Fatah.”
Bagi aktivis Palestina, al-Khudeiri, ini bukan saatnya bagi faksi-faksi untuk mencetak poin politik individu.
“Rakyat Palestina perlu berpegang teguh pada persatuan yang telah kita saksikan terbentuk melalui peristiwa terkini di Sheikh Jarrah dan seluruh Yerusalem, di Gaza, dan di Palestina tahun 1948,” katanya.
“Kita harus tetap bersatu di bawah satu bendera untuk melawan normalisasi, pendudukan, dan koordinasi keamanan Israel sebagai cara untuk mengubur apa yang disebut proses perdamaian, yang sudah mati. Pada akhirnya, apa yang kita lakukan di jalan adalah agar rakyat kita dapat berkembang dan hidup terhormat serta bebas.”
Baca juga: Perang Saudara Palestina Bisa Pecah di Tepi Barat, Brigade Tulkarem Ultimatum Otoritas Palestina
(oln/khbrn/aja/*)