Namun, kata pengacara Mary Jane, Agus Salim, Mary Jane tidak bisa melakukan pembelaan lantaran dia hanya bisa berbicara Tagalog.
Lalu, pada saat diinterogasi, Agus Salim menyebut kliennya juga sempat tidak difasilitasi pengacara ataupun penerjemah.
Tak sampai di situ, saat sidang digelar, Mary Jane hanya difasilitasi penerjemah yang tidak berlisensi.
Diduga akibat hal tersebut, hakim pun menjatuhi vonis mati kepada Mary Jane, di mana lebih berat dari tuntutan jaksa yaitu hukuman penjara seumur hidup.
Setelah divonis, Mary Jane pun menjadi warga binaan di Lapas Perempuan Klas II A Yogyakarta dan sempat pindah ke Lapas Klas II B Yogyakarta di Gunungkidul, Yogyakarta.
Sempat Ajukan Grasi, Ditolak SBY dan Jokowi
Pada Agustus 2011, Presiden Filipina saat itu, Benigno S Aquino III mengajukan permohonan grasi untuk Mary Jane kepada Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Namun, grasi itu tidak dilanjuti lanaran ketika itu Indonesia memiliki moratorium soal ekseksui.
Kemudian, saat Joko Widodo (Jokowi) dilantik menjadi Presiden ke-7 RI, dia menerbitkan kebijakan untuk menolak seluruh grasi dari narapidana narkoba.
Kebijakan ini terbit lantaran saat itu Indonesia dinyatakan dalam darurat narkoba.
Alhasil, grasi yang diajukan Mary Jane pada Januari 2015 turut berujung penolakan.
Batal Dihukum Mati Tahun 2015 Imbas Perekrutnya Ditangkap Polisi Filipina
Pada tahun 2015, sempat mencuat isu Mary Jane bakal dihukum mati di Nusakambangan, Cilacap.
Namun, pada menit-menit akhir, eksekusi mati terhadap Mary Jane dibatalkan lantaran adanya permintaan dari Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino.
Pasalnya, ada informasi bahwa keberadaan narkoba di koper Mary Jane adalah bukan miliknya.
Sehingga, mencuat kabar bahwa Mary Jane diperalat untuk menjadi kurir narkoba.