Kesaksian dari pengunjuk rasa lainnya juga menyoroti kondisi penahanan yang kejam, termasuk kurungan isolasi, sesi interogasi yang berkepanjangan, dan perlakuan tidak manusiawi yang mereka terima.
Namun, "baik itu kesedihan dan trauma maupun rasa pemberdayaan dan solidaritas yang mereka rasakan, semuanya bermakna," kata Yaqiu Wang, direktur penelitian untuk Cina, Hong Kong, dan Taiwan di Freedom House.
Wang menggambarkan Cina sebagai masyarakat yang teratomisasi di mana individu biasanya merasa terisolasi. Tingkat ketidakpuasan kolektif yang ditunjukkan selama Gerakan White Paper itu mengejutkan banyak orang, katanya kepada DW.
"Momen itu telah berlalu, dan orang-orang tidak dapat berbuat banyak hal lagi. Namun, rasa kebersamaan itu akan tetap ada di dalam diri mereka," ujarnya.
Beijing antisipasi anak muda yang berkumpul secara spontan
Sejak Gerakan Protes White Paper itu, Beijing telah memperketat kontrol dan sensor terhadap perkumpulan spontan para kaum mudanya.
Awal bulan ini, puluhan ribu mahasiswa di provinsi Henan mengikuti tren bersepeda pada malam hari hanya untuk makan sup pangsit sup, tetapi pemerintah meresponsnya dengan memperketat pembatasan kepada para anak muda ini.
Dengan alasan adanya kekhawatiran terhadap keselamatan publik, pemerintah setempat menutup jalur sepeda dan memberlakukan jam malam; beberapa universitas juga menerapkan karantina, mencegah mahasiswa meninggalkan wilayah kampus.
"Hal itu benar-benar menunjukkan bahwa Partai Komunis Cina sangat takut pada rakyatnya sendiri. [Partai] secara intuitif memahami bahwa ketika orang-orang berkumpul, mereka bisa berbalik melawan Partai," kata Wang kepada DW.
Pemerintah juga memperketat pengawasan pada parade Halloween di Shanghai tahun ini. Orang-orang yang mengenakan kostum, terutama jika kostum tersebut dianggap bermuatan politik, mereka akan ditangkap oleh pihak polisi.
"[Beijing] terus berusaha memberantas perkumpulan spontan ini," kata Huang. Namun, dia menggambarkan masyarakat Cina sebagai "kayu kering yang menunggu untuk disulut," karena kontradiksi yang tidak terselesaikan terus berkembang.
"Bagi Xi Jinping, masyarakat ini sangat menakutkan, sangat menakutkan," ujarnya.
Serangan kekerasan memicu kemarahan publik
Cina telah mengalami serangkaian serangan mematikan dalam beberapa pekan terakhir, termasuk penusukan massal dan penabrakan mobil oleh individu yang melampiaskan frustrasi pribadi dengan menyerang orang asing secara acak.
Kekerasan ini mengejutkan banyak orang di Cina. Negara ini bangga dengan kebijakan super ketat terhadap pengendalian senjata api dan pisau, serta keselamatan publiknya secara keseluruhan.
Dilaporkan bahwa pihak berwenang berupaya keras membatasi informasi dari internet segera setelah serangan itu terjadi, di mana hal itu dapat dianggap sebagai tanda kekhawatiran Beijing terhadap potensi meletusnya kerusuhan kembali