TRIBUNNEWS.COM - Kota Damaskus kembali diguncang oleh serangkaian ledakan pada Jumat (13/12/2024) malam, yang diduga merupakan dampak dari serangan udara Israel.
Ledakan besar ini terdengar di sekitar hotel tempat para jurnalis menginap, termasuk Resul Serdar, koresponden Al Jazeera.
Serdar melaporkan bahwa ledakan tersebut terasa cukup kuat, mengguncang hotel tempat ia menginap.
Dikutip dari CNBC, sumber pasti dari ledakan belum terkonfirmasi.
Akan tetapi, dugaan awal mengarah pada serangan udara Israel yang telah intensif dilakukan dalam beberapa hari terakhir.
Israel diketahui menargetkan lokasi-lokasi strategis di Suriah, terutama di sekitar Damaskus, dengan alasan menanggulangi ancaman dari posisi militer Iran dan kelompok Hizbullah.
Peningkatan Pasukan Israel
Di sisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan adanya peningkatan signifikan dalam kehadiran Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di zona penyangga Dataran Tinggi Golan.
PBB melalui pasukan penjaga perdamaian UNDOF telah mengamati pergerakan pasukan Israel di area pemisahan dan sepanjang garis gencatan senjata.
Dikutip dari CNN, PBB memperingatkan bahwa keberadaan pasukan tersebut melanggar perjanjian 1974 yang mengatur zona penyangga dan daerah demiliterisasi.
"Israel harus menghentikan kegiatan militer di wilayah tersebut guna menjaga stabilitas di Golan," tegas PBB.
Baca juga: PBB Cuma Angin Lalu, Israel Obok-obok Suriah, Batalyon 603 IDF Capai Tel Hadar di Pintu Damaskus
Eskalasi situasi ini terjadi setelah kekosongan kekuasaan di wilayah perbatasan Suriah.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeklaim bahwa operasi militer ini bertujuan untuk mencegah ancaman dari kelompok jihadis di Golan.
Israel menyatakan akan tetap menduduki zona penyangga di Dataran Tinggi Golan hingga pasukan yang berkomitmen pada perjanjian 1974 terbentuk.
Namun, Israel berada di bawah tekanan internasional.
Prancis dan beberapa negara Arab menuntut Israel untuk menarik pasukannya dari zona penyangga, dengan menyebut tindakan tersebut sebagai pelanggaran terhadap perjanjian 1974.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)