News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pesawat Jeju Air Jatuh di Korsel

Apa Itu Bird Strike?

Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Bobby Wiratama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi bird strike di penerbangan sipil. Apa Itu Bird Strike? Bird strike atau tabrakan burung adalah kejadian ketika pesawat yang sedang terbang bertabrakan dengan seekor burung.

TRIBUNNEWS.COM - Bird strike atau tabrakan burung adalah kejadian ketika pesawat yang sedang terbang bertabrakan dengan seekor burung.

Tabrakan ini cukup umum terjadi di seluruh dunia.

Di Inggris, misalnya, pada tahun 2022, lebih dari 1.400 kejadian tabrakan burung dilaporkan, meskipun hanya sekitar 100 di antaranya yang memengaruhi pesawat, menurut data dari Otoritas Penerbangan Sipil Inggris.

Salah satu tabrakan burung yang paling parah terjadi pada tahun 2009, ketika pesawat Airbus yang terbang dari New York melakukan pendaratan darurat di Sungai Hudson setelah bertabrakan dengan sekawanan angsa.

Meskipun pesawat mengalami kerusakan, seluruh 155 penumpang dan awak selamat, seperti dilaporkan BBC.

Pesawat-pesawat modern, seperti Boeing, Airbus, dan Embraer, dilengkapi dengan mesin turbofan, yang rentan terhadap kerusakan serius akibat tabrakan dengan burung.

Profesor Doug Drury, seorang pengajar penerbangan di CQUniversity Australia, menjelaskan bahwa burung biasanya dapat merusak mesin pesawat jika mengenai bagian mesin atau sayap.

Pilot pesawat dilatih untuk lebih waspada terhadap tabrakan burung, terutama pada waktu-waktu tertentu, seperti pagi hari atau saat matahari terbenam, ketika burung lebih aktif.

Namun, beberapa pakar penerbangan meragukan apakah tabrakan burung dapat menyebabkan kecelakaan parah, terutama di Bandara Muan.

"Biasanya, tabrakan dengan burung tidak menyebabkan hilangnya pesawat," kata Thomas, seorang ahli keselamatan penerbangan, kepada Reuters.

Sementara itu, Geoffrey Dell, seorang pakar keselamatan penerbangan asal Australia, menambahkan, "Saya belum pernah mendengar adanya tabrakan burung yang menghalangi roda pendaratan untuk dikeluarkan."

Baca juga: 2 Pramugari Jeju Air Diduga Alami Amnesia Traumatis Pasca Kecelakaan Mematikan

Siapa Saja Korban dan Penyintas Kecelakaan Pesawat?

Pesawat itu membawa 175 penumpang dan enam awak.

Dua penumpang adalah warga Thailand, sementara sisanya diyakini warga Korea Selatan, kata pihak berwenang.

Banyak di antara penumpang yang diduga baru saja kembali dari liburan Natal di Thailand.

Jumlah korban tewas resmi mencapai 179 orang, menjadikannya kecelakaan pesawat paling mematikan di tanah Korea Selatan.

Seluruh penumpang dan empat awak pesawat dinyatakan tewas.

Pihak berwenang sejauh ini telah mengidentifikasi 174 mayat dan masih memeriksa lima mayat sisanya "karena ketidakkonsistenan DNA," menurut laporan Yonhap.

Petugas telah mengumpulkan sampel air liur dari anggota keluarga yang berkumpul di Bandara Muan untuk membantu mengidentifikasi jenazah korban.

Korban lainnya telah diidentifikasi melalui sidik jari mereka.

Lima orang yang meninggal adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun.

Penumpang termuda adalah seorang anak laki-laki berusia tiga tahun, dan yang tertua berusia 78 tahun, kata pihak berwenang, mengutip manifes penumpang.

"Saya tidak percaya seluruh keluarga menghilang begitu saja," kata Maeng Gi-Su, 78, yang keponakan dan cucu-cucunya ikut dalam penerbangan itu, kepada BBC.

"Hatiku hancur," katanya.

Badan Pemadam Kebakaran Nasional Korea Selatan mengatakan dua anggota awak pesawat - seorang pria dan seorang wanita - selamat dari kecelakaan itu.

Pria tersebut telah sadar dan "dapat berkomunikasi sepenuhnya," menurut Yonhap, yang mengutip direktur rumah sakit Seoul tempat dia dirawat.

Lebih dari 1.500 personel darurat telah dikerahkan sebagai bagian dari upaya pemulihan, termasuk 490 petugas pemadam kebakaran dan 455 petugas polisi.

Mereka telah menyisir area di sekitar landasan pacu untuk mencari bagian-bagian pesawat dan orang-orang yang berada di dalamnya.

Pesawat Jeju Air Berusia 15 Tahun, Terbang 13 Kali dalam 48 Jam

Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan tersebut adalah Boeing 737-800, yang diproduksi pada September 2009.

Pesawat tersebut sering digunakan untuk penerbangan jarak pendek hingga menengah.

Pesawat ini berusia 15 tahun.

Baca juga: Kepemimpinan Choi Sang Mok Diuji di Tengah Krisis Politik dan Tragedi Pesawat Jeju Air Korea Selatan

Antara 27 dan 28 Desember 2024, pesawat ini melaksanakan 13 penerbangan dalam 48 jam sebelum akhirnya jatuh.

Pesawat tersebut merupakan bagian dari armada Jeju Air yang paling umum digunakan, dengan 37 dari 39 pesawat maskapai ini menggunakan model Boeing 737-800.

Meskipun tidak dianggap tua oleh otoritas penerbangan Korea Selatan, para analis menyatakan bahwa penerbangan jarak pendek yang sering dapat mempercepat kelelahan pesawat.

Jeju Air memastikan, pesawat tersebut telah menjalani pemeriksaan terjadwal dan tidak ada kelalaian dalam perawatannya.

"Kecelakaan ini tidak terkait dengan kelalaian perawatan pesawat," kata Song Kyung-hoon, Kepala Divisi Dukungan Manajemen Jeju Air, dalam konferensi pers.

lihat foto Menteri Keuangan Korea Selatan dan penjabat presiden Choi Sang-mok (jaket hijau C) mengunjungi lokasi di mana pesawat seri Boeing 737-800 Jeju Air jatuh dan terbakar di Bandara Internasional Muan di Muan, sekitar 288 kilometer barat daya Seoul pada 30 Desember , 2024. - Boeing 737-800 membawa 181 orang dari Thailand ke Korea Selatan ketika jatuh pada saat kedatangan pada tanggal 29 Desember, menewaskan semua orang di dalamnya -- kecuali dua penerbangan petugas ditarik dari reruntuhan bencana penerbangan terburuk di tanah Korea Selatan. (Photo by JUNG YEON-JE / AFP)

Meskipun demikian, penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan.

Jeju Air adalah maskapai penerbangan berbiaya rendah terbesar di Korea Selatan, yang didirikan pada 2005, dikutip dari Chosun Daily.

Maskapai ini berkantor pusat di Kota Jeju dan merupakan pemimpin pasar di antara maskapai penerbangan berbiaya rendah di Korea.

Pada 2023, Jeju Air mencatatkan penjualan sebesar 1,724 triliun won dan laba operasi sebesar 169,8 miliar won.

Calon Penumpang Batal Terbang

Kecelakaan Jeju Air menyebabkan puluhan ribu calon penumpang membatalkan penerbangan di Korea Selatan.

Jeju Air mengungkapkan sebanyak 68.000 reservasi penerbangan telah dibatalkan pada pukul 1 siang di hari Senin kemarin.

Dari tiket yang dibatalkan tersebut, lebih dari 33.000 adalah untuk penerbangan domestik, sedangkan 34.000 untuk rute internasional.

Sebagian besar pembatalan terjadi pada penerbangan setelah jam 9 pagi pada hari Minggu pasca jatuhnya pesawat Jeju Air di Bandara Internasional Muan.

Agen perjalanan lokal juga melaporkan adanya lonjakan pembatalan paket wisata pasca tragedi tersebut.

Banyak dari mereka telah menangguhkan iklan dan kampanye promosi di TV dan online.

"Kami mendapat sekitar 40 pertanyaan mengenai pembatalan perjalanan pada hari Minggu saja," kata seorang agen perjalanan yang tidak mau disebutkan namanya.

"Kami melihat jumlah pembatalan dua kali lipat dari biasanya dan penurunan pemesanan sebesar 50 persen."

Sumber industri mengatakan industri perjalanan memantau situasi ini dengan cermat, mengantisipasi dampak lanjutan seiring meningkatnya kecemasan masyarakat terhadap keselamatan penerbangan.

Saham Jeju Air Jeblok

Saham Jeju Air dan induk perusahaannya, AK Holdings, mengalami penurunan tajam pada Senin (30/12/2024).

Saham Jeju Air anjlok hingga 15,7 persen pada awal sesi perdagangan menjadi 6.920 won, level terendah sejak saham tersebut tercatat pada 2015.

Pada pukul 09:03 pagi waktu setempat, saham maskapai ini diperdagangkan di harga 7.040 won, turun 14,25 persen.

AK Holdings, yang memiliki 50,37 persen saham Jeju Air, juga mengalami penurunan 11,3 persen, diperdagangkan pada harga 9.730 won, mencatatkan titik terendah dalam satu tahun terakhir, dikutip dari Reuters.

Kecelakaan ini memicu reaksi negatif dari konsumen, dengan beberapa pihak menyerukan boikot terhadap Aekyung Group, pemegang saham utama AK Holdings.

Aekyung Industrial, anak perusahaan yang memproduksi alat sterilisasi pelembap udara, dikaitkan dengan kematian 98 orang, termasuk 12 korban jiwa, Yonhap News melaporkan.

Harga saham Aekyung Industrial dan Aekyung Chemical masing-masing turun 7 persen dan 9 persen.

(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini