Tidak Diajak
Tribun Bali mencoba mewawancarai Wayan Rata. Ia yang terlihat kumal dengan rambut dan janggut gondrong tanpa menggunakan baju hanya mengatakan hanya keluar dari gubuknya saat kencing atau bosan ada di dalam gubuk. Selebihnya ia hanya duduk di dalam gubuk sambil merokok atau bengong.
Dulu sebelum sakit, ia bekerja sebagai buruh bangunan. Kini, ada keinginan untuk bekerja lagi, namun ia mengaku tidak ada yang mau mengajak.
“Dot ya. Sing ada ngajak (Sebenarnya ingin. Tidak ada yang mau mengajak),” kata Rata.
Selain itu, Tribun Bali juga berkunjung ke rumah Wayan Mega Putra, seorang penderita gangguan jiwa yang masih berumur 24 tahun. Menurut penuturan sang ayah, Made Tangen, anaknya mulai mengalami hal itu sejak sekolah di STM kelas 11.
Tiba-tiba sang anak minta berhenti sekolah, bahkan gurunya pernah membujuknya, namun ia tidak mau. Setelah itu, ia juga menunjukkan tingkah laku aneh dengan berlari di jalan pukul 12.00 Wita. Setelah berlari ia mandi, dan mengurung diri di kamar. Selain itu, Mega juga sulit tidur.
“Sudah diantar ibunya dua kali ke dokter, tapi tidak ada perubahan. Selain itu diantar juga ke Ida Pedanda katanya ia berhalusinasi,” kata Tangen. Namun kini Mega sudah mulai berani ke luar walaupun hanya di areal pekarangan rumah.
Tangen yang bekerja sebagai buruh bangunan menuturkan, anaknya pernah mengatakan pada ibunya kalau temannya sudah ada di depan rumahnya dan memanggil dirinya. Namun ketika dicek ke depan rumah tidak ada. Bahkan dicek sampai ke jalan raya juga tidak ada.
Tangen mengatakan, sampai saat ini anaknya belum mendapat perhatian dari pemerintah. Seperti harapan Wayan Dusun, Tangen juga berharap ada bantuan dari pemerintah untuk pengobatan anaknya yang kedua tersebut. Selama ini ia mengaku hanya Sukabawa dengan rekannya saja yang datang ke rumahnya memotivasi sang anak. (sup)