Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini sunat laser menjadi metode khitan yang viral setelah munculnya kasus seorang anak di Pontianak yang mengalami penis terbakar setelah sunat dengan laser.
Insiden ini cukup mengundang perhatian masyarakat dan kalangan tenaga medis karena metode laser ini cukup umum digunakan untuk tindakan sunat atau sirkumsisi.
Penis terbakar merupakan kejadian yang tidak jarang terjadi dan merupakan masalah yang cukup serius.
Kondisi ini tentu akan membuat penderitanya mengalami beberapa dampak jangka pendek maupun panjang.
Peristiwa yang dialami seorang anak di Pontianak ini tentunya akan menjadi kekhawatiran bagi setiap orangtua, apalagi jika memiliki niat untuk menyunatkan sang anak dalam waktu dekat.
Sebenarnya metode “sunat laser” itu seperti apa sih?
Istilah “sunat laser” yang beredar di masyarakat Indonesia ini sebenarnya keliru.
Dokter Bedah Syaraf, dr Mahdian Nur Nasution, Sp.BS dalam “sunat laser” yang digunakan itu sebenarnya adalah alat berupa lempengan logam yang dipanaskan atau disebut sebagi electrocauter sehingga bukan sinar laser sesungguhnya.
“Karena berupa lempeng logam yang dipanaskan dengan aliran listrik sehingga memang bisa dipakai untuk memotong. Akan tetapi, alat tersebut tidak stabil dan tidak memotong dengan presisi.
Baca juga: Prof Zubairi Djoerban: Sunat pada Pria Terbukti Dapat Mencegah Penularan HIV/AIDS
Selain itu, karena mengeluarkan panas dan penggunaannya yang tidak tepat maka bisa terjadi risiko luka bakar pada kulit,” ujar dr. Mahdian.
Mahdian juga menjelaskan jika terjadi luka bakar bisa menyebabkan pembuluh darah disekitarnya akan mati sehingga akhirnya dengan berjalannya waktu bisa menyebabkan risiko kulitnya yang akan membusuk.
Lalu, bagaimana dengan sunat laser yang sesungguhnya?
Teknologi sinar laser yang sesungguhnya telah sejak lama diadaptasi untuk pengobatan medis dan perawatan kecantikan.