News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

Pakar Hukum Henry Indraguna Berpendapat MK Harusnya Tolak Gugatan Pemilu Proporsional Terbuka

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pemilu. Wacana perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup menimbulkan polemik.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup menimbulkan polemik dalam kancah politik nasional menjelang Pemilu 2024.

Menanggapi hal tersebut, pakar hukum sekaligus anggota Tim Ahli Hukum dan Perundangan-undangan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpes) Henry Indraguna ikut angkat bicara.

Ia mengatakan sejak 2008 sistem pemilu Indonesia menganut sistem proporsional terbuka, yang diberlakukan sebagai bentuk ketaatan kepada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 23 Desember 2008.

"Permohonan hak uji materil terkait sistem pemilihan terbuka menjadi sistem pemilihan tertutup sudah seharusnya dinyatakan ditolak, demi menjaga kedaulatan yang berada di tangan rakyat," kata Henry Indraguna, Rabu (4/1/2023).

Sebagaimana diketahui bahwa baru-baru ini ketentuan Pasal 168 Ayat 2 yang menyatakan Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan Sistem Proporsional Terbuka, beserta dengan ketentuan-ketentuan pasal terkait lainnya, eperti ketentuan Pasal 342 Ayat 2, Pasal 352 ayat 1 huruf b Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3), sedang dimohonkan untuk diuji oleh Mahkamah Konstitusi RI.

Dengan dalil-dalil yang pada pokoknya Pemohon berpendapat bahwa UU Pemilu telah mengkerdilkan atau membonsai organisasi partai politik dan pengurus partai politik.

Pada dasarnya di dalam pertimbangan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 22-24/PUU-VI/2008, Tanggal 23 Desember 2008 juga telah sangat jelas dan terang dinyatakan sebagai berikut: Bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Baca juga: Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP Karena Berkomentar Terkait Pemilu Proporsional Tertutup

"Dengan demikian adanya keinginan rakyat memilih wakil-wakilnya yang diajukan oleh partai politik dalam Pemilu, sesuai dengan kehendak dan keinginannya dapat terwujud harapan agar wakil yang terpilih tersebut juga tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, tetapi mampu membawa aspirasi rakyat pemilih," katanya.

Dengan sistem proporsional terbuka, katanya, maka rakyat secara bebas memilih dan menentukan calon anggota legislatif yang dipilih, maka akan lebih sederhana dan mudah ditentukan siapa yang berhak terpilih, yaitu calon yang memperoleh suara atau dukungan rakyat paling banyak.

Sekarang ada beberapa partai yang menggugatan uji materi terhadap Pasal 168 ayat 2 Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2019 ke MK. Uji materi ini mempersoalkan aturan sistem proporsional terbuka.

Menurut Henry Indraguna yang juga anggota Penasehat Dewan Pakar Partai Golkar, setelah diputus dan disahkan oleh MK, hal itu menjadi keputusan yang mengikat dan final.

"Meski dalam pengambilan keputusan dilakukan individu hakim yang berbeda, namun keputusan mereka adalah keputusan MK sebagai sebuah lembaga hukum," katanya.

"Kepada MK agar jangan sampai ada kesan, MK dapat ditekan atau dipengaruhi oleh kekuatan politik tertentu yang getol dan sering mengusung sistem pemilu proporsional tertutup," ujar Henry, yang juga Vice President KAI.

Henry Indraguna menambahkan, apakah sebuah pasal yang pernah digugat dan diputuskan oleh MK pada tahun 2008 lalu, bisa digugat lagi di lain waktu.

"Bagi saya itu adalah keputusan lembaga MK, bukan lagi keputusan individu hakim," katanya.

“Jika sebuah pasal yang sudah pernah digugat, disidangkan dan diputuskan oleh MK. Kemudian lain hari bisa digugat lagi oleh pihak tertentu, maka akan menjadi pembenaran bagi banyak pihak yang tidak setuju dengan keputusan MK terdahulu untuk mengugatnya lagi di kemudian hari. Sehingga dapat merusak legitimasi hukum di Indonesia."

Diberitakan sebelumnya, Ketua KPU Hasyim Asyari menyampaikan adanya kemungkinan sistem pemilihan terbuka pada Pemilu 2024 berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Pasalnya, saat ini ada permohonan judicial review atau uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) soal Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang terkait sistem proporsional terbuka.

Jika permohonan itu dikabulkan, maka kontestasi pemilu mendatang bisa dilaksanakan dengan sistem proporsional tertutup.

Apa beda sistem proporsional terbuka dan tertutup?

Sistem proporsional terbuka

Dikutip dari Kompas.com, sistem pemilu legislatif (pileg) di Indonesia menganut prinsip proporsional terbuka. Sistem ini digunakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Ketentuan mengenai sistem pemilu legislatif ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, khususnya Pasal 168 Ayat (2).

"Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka," demikian bunyi pasal tersebut.

Melalui sistem proporsional terbuka, pemilih bisa langsung memilih calon anggota legislatif (caleg) yang diusung oleh partai politik peserta pemilu.

Dalam sistem ini, surat suara memuat keterangan logo partai politik, berikut nama kader parpol calon anggota legislatif.

Pemilih dapat mencoblos langsung nama caleg, atau mencoblos parpol peserta pemilu di surat suara. Nantinya, penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan suara terbanyak.

Sistem proporsional terbuka di Indonesia digunakan pada Pemilu Legislatif 2004, 2009, 2014, dan 2019.

Sistem proporsional tertutup

Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu.

Surat suara sistem pemilu proporsional tertutup hanya memuat logo partai politik tanpa rincian nama caleg.

Sementara, calon anggota legislatif ditentukan partai. Oleh partai, nama-nama caleg disusun berdasarkan nomor urut.

Nantinya, calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut. Jika partai mendapatkan dua kursi, maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.

Adapun sistem pemilu proporsional tertutup pernah diterapkan pada Pemilu 1955, Pemilu Orde Baru, dan Pemilu 1999.

Sumber: Warta Kota

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini