Wacana ini bermula dari pernyataan Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono Suroso.
Ketika dimintai pendapat oleh wartawan, Fajar menyebut bahwa tidak ada larangan konstitusional bagi presiden yang sudah menjabat selama dua periode untuk menjadi wakil presiden.
Sontak, pernyataan ini mendapatkan atensi dan ramai diperbincangkan di ruang-ruang publik.
Ada yang setuju dengan pendapat dan wacana itu. Namun, ada pula yang menolaknya.
Masing-masing dari dua kutub yang berseberangan ini sama-sama memiliki acuan konstitusional dalam mengemukakan pendapatnya.
Dengan kata lain, mereka melandaskan pendapatnya pada aturan konstitusi sehingga sama-sama terlihat konstitusional dan legal.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul menyebut Jokowi bisa saja menjadi wakil presiden pada 2024 mendatang.
"Kalau Pak Jokowi mau jadi wapres, ya sangat bisa. Tapi, syaratnya diajukan oleh parpol atau gabungan parpol," kata Pacul saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Menurut Pacul, tidak ada aturan yang melarang Jokowi maju sebagai cawapres.
Apalagi, masa jabatan Jokowi sebagai Presiden akan berakhir di tahun 2024.
Sementara Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari menilai bahwa secara logika hukum terdapat masalah konstitusional terkait wacana tersebut.
"Hati-hati dengan Pasal 7 dan 8 UUD, semacam jebakan batman. Kayaknya bisa (presiden 2 periode maju cawapres), padahal tidak bisa," kata Hasyim.
Menurut Hasyim, Pasal 8 UUD 1945 mengatur soal kemungkinan seorang wakil presiden menjadi presiden dalam kondisi tertentu.
"Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya," tulis pasal itu.